MAKALAH PEMERINTAH INDONESIA TERJEBAK NEGOSIASI PT. FREEPORT

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Latar belakang dibuatnya laporan ini, yaitu untuk mengenal lebih jauh tentang kasus-kasus negosiasi dan memperluas pengetahuan tentang negosiasi. Dan yang paling utama adalah untuk memenuhi tugas Teknik Lobby dan Negosiasi.

Rumusan Masalah

1. Siapa yang bernegosiasi dalam kasus ini?

2. Mengapa pemerintah dinilai terjebak dalam negosiasi dengan PT Freeport?

3. Bagaimana kronologi negosiasi ini?

4. Apa tanggapan mengenai negosiasi ini?


BAB II

PEMBAHASAN

Kasus negosiasi yang kami ambil untuk laporan kali ini adalah kasus yang baru-baru ini sedang hangat diperbincangkan yaitu kasus negosiasi kontrak PT Freeport dengan pemerintah Indonesia. Berikut adalah salah satu artikel tentang kasus ini.

Pemerintah Dinilai Terjebak dalam Negosiasi Kontrak Freeport

Pemerintah dinilai telah melupakan masalah strategis terkait dengan kontrak PT Freeport Indonesia yang akan segera berakhir. Selama ini, pemerintah terlalu asyik memperkarakan pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter). Padahal, itu hanya sekelumit bagian dari amandemen kontrak.

Demikian pandangan yang disampaikan oleh Ketua Working Group Kebijakan Pertambangan Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi), Budi Santoso. Budi mengingatkan, hal penting yang seharusnya menjadi fokus utama pemerintah saat ini adalah masalah perpanjangan. Pasalnya, hal ini terkait dengan manfaat yang didapat bangsa Indonesia atas keberadaan Freeport selama ini.

"Langkah pemerintah memperpanjang negosiasi amendemen kontrak dengan Freeport menunjukan pemerintah terjebak pada substansi kontrak karya," kata Budi di Jakarta, Kamis (5/2).

Lebih lanjut ia menyampaikan, keputusan terkait dengan perpanjangan kontrak harus diambil berdasarkan pertimbangan kepentingan bangsa. Ia menengarai, pada akhir kontrak di 2021 nanti perusahaan asal Amerika Serikat itu tidak akan lagi mengenal kontrak karya, tapi izin pertambangan khusus.

Sementara itu, berdasarkan pengamatannya, Budi menilai bahwa keberadaan Freeport selama ini tidak memberi manfaat ekonomi yang lebih besar. Padahal, seharusnya dengan sumber daya alam Indonesia yang sangat banyak dimanfaatkan oleh Freeport, peusahaan itu mampu membawa dampak besar. Freeport, kata dia, sudah semestinya memberikan multiplier effect yang lebih besar, bukan hanya sekadar memberikan kontribusi pada pemerintah.

Menurut Budi, pemerintah seharusnya mempertimbangkan kemampuan mengelola sumber daya alam sendiri. Dia berpendapat, kontribusi Freeport terhadap negara perlu ditingkatkan untuk memperbaiki pendapatan asli daerah (PAD).

"Manfaat ekonomi harus dilihat dari value chain. Industri yang harus dibangun, sehingga kegiatan ekonomi nasional terlibat. Ini memang harus merubah paradigma pemerintah yang hanya fokus pada pendapatan pemerintah menjadi economic booster," tutur Budi.



Oleh karena itu, ia mendorong pemerintah agar lebih banyak menyiapkan strategi bagaimana manfaat ekonomi lebih besar bagi bangsa ini. Dirinya dengan tegas meminta pemerintah tidak lengah terhadap masalah utama Freeport. Bukan hanya mempermasalahkan perkara yang menjadi puncak gunung es.

“Jadi, pemerintah jangal lah lagi merengek-rengek tentang smelter," ungkapnya.

Di sisi lain, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said menegaskan, pihaknya akan tetap terus mendesak PT Freeport Indonesia untuk membangun smelter di Papua. Pasalnya, pembangunan smelter ini merupakan mandat UU No.4 Tahun 2009. Karena itu, ia mengatakan bahwa pembangunan smelter di Papua sudah tidak bisa ditawar-tawar lagi oleh Freeport Indonesia.

"Tidak ada tawar-menawar soal smelter dan harus segera dibangun. Saya pikir itu akan disambut baik oleh Freeport,” tandasnya.

Terkait dengan pembangunan smelter itu, Sudirman mengatakan bahwa pemerintah telah memberikan beberapa pilihan kepada Freeport. Ia menekankan bahwa yang terpenting adalah realisasi pembangunan smelter. Namun, Sudirman tetap mendorong agar Freeport membangun smelter di Papua.

Sebagaimana diketahui, Freeport kemudian menunjuk lokasi pembangunan smelter di Gresik. Sudirman pun mengaku bahwa pemerintah tidak memberikan opsi apapun soal pembangunan smelter di dua lokasi antara Gresik dan Papua. Hal ini juga berkaitan dengan keekonomian dan investasi.

“Kita akan terus dorong dan cari cara agar Freeport bangun smelter di Papua," paparnya.

Direktur Pembinaan Program Minerba Kementerian ESDM, Sujatmiko, mengatakan bahwa secara geografis masih dimungkinkan pembangunan smelter Papua. Hal ini menurutnya bisa menguntungkan Freeport juga karena dekat kawasan pabrik konsentrat mereka. Selain itu, Freeport juga bisa melakukan perluasan di pelabuhan.

“Tinggal listrik saja yang harus dipantau lagi. Apakah persediaan mereka sekarang cukup atau tidak,” katanya.

Penyimpangan yang dilakukan PT Freeport Indonesia

Beberapa penyimpangan yang dilakukan PT Freeport Indonesia sehingga pemerintah dinilai terjebak dalam perpanjangan kontrak ini diantaranya :

1. Mengacu pada UU Nomor 4 tahun 2009 tentang Mineral dan Batu Bara yang mengamanatkan pemerintah Indonesia untuk melakukuan renegosiasi kontrak seluruh perusahaan tambang asing yang ada di negeri ini. Berdasarkan data Kementrian ESDM, sebanyak 65 persen perusahaan tambang sudah berprinsip setuju membahas ulang kontrak yang sudah diteken. Akan tetapi sebanyak 35 persen dari total perusahaan tersebut masih dalam tahap renegosiasi, salah satunya adalah pengelola tambang emas terbesar di dunia yaitu Freeport. Hal ini mengindikasikan bahwa pihak Freeport enggan untuk patuh kepada UU yang berlaku. Dari sini terlihat bahwa kasus Freeport ini tidak hanya merugikan negara triliunan rupiah akan tetapi juga menginjak-injak kedaulatan Republik ini dengan tidak mau patuh terhadap UU yang berlaku.

2. Salah seorang pengamat Hankam yang sudah senior, Bapak Soeripto, menyatakan bahwa PT Freeport telah memberikan sejumlah dana kepada aparat keamanan TNI/POLRI dalam rangka menjaga keamanan Freeport di atas tanah Papua. Hal ini jelas menentang UU karena menurut UU pembiayaan aparat keamanan untuk perlidungan objek vital nasional harus bersumber dari APBN bukan dari perusahaan asing. Akibatnya banyak putra daerah Papua yang merasa asing di rumah mereka sendiri. Dari sini terkesan bahwa aparat keamanan justru lebih membela kepentingan asing daripada kepentingan bangsanya sendiri. Padahal mereka harusnya menindak Freeport yang notabene telah merusak lingkungan dengan membuat lubang tambang di Grasberg dengan diameter lubang 2,4 kilometer pada daerah seluas 499 ha dengan kedalaman mencapai 800 m2 . Dampak lingkungan yang Freeport berikan sangat signifikan, yaitu rusaknya bentang alam pegunngan Grasberg dan Ersbeg. Kerusakan lingkungan telah mengubah bentang alam seluas 166 km2 di daerah aliran sungai Ajkwa.

3. PT Freeport McMoran Indonensia pun telah berlaku semena-mena kepada karyawan Freeport Indonesia yang kebanyakan adalah orang asli Indonesia. Menurut pengakuan Bapak Tri Puspita selaku Sekretaris Hubungan Industri Serikat Pekerja Freeport Indonesia, Freeport bersifat eksklusif sehingga akses untuk ke rumah sakit ataupun mess pun juga sulit. Lebih jauh lagi, standart yang dimiliki pekerja Freeport dari Indonesia sama dengan seluruh karyawan Freeport yang ada di seluruh dunia akan tetapi gaji yang diterima oleh pekerja dari Indonesia hanya separuhnya. Menariknya lagi, menurut laporan dari Investor Daily tanggal 10 Agustus 2009, dikatakan bahwa pendapatan utama PT Freeport McMoran adalah dari operasi tambabangnya yang ada di Indonesia, yaitu sekitar 60%.

Kronologi Perundingan Pemerintah dan PT Freeport Indonesia

19 Desember 2012. Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM mengundang PT Freeport Indonesia untuk membahas 6 isu strategis renegosiasi amandemen kontrak karya (luas wilayah, kelanjutan operasi, penerimaam negara, divestasi, pengolahan pemurnian, dan penggunaan barang, jasa serta tenaga kerja dalam negeri).

25 Juli 2014. Memorandum of Understanding (MoU) renegosiasi amandemen kontrak karya antara PT Freeport Indonesia dengan pemerintah ditandatangani, wilayah kontrak karya (WKK) disepakati 90.360 hektare dan projek area 36,640 hektare, divestasi 30 persen, pajak badan nailed down, Penerimaan Negara Bukan Pajak dan Pajak lainnya prevailing sampai dengan tahun 2021, kelanjutan operasi pertambangan dalam bentuk Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK), pengolahan dan pemurnian akan dilaksanakan di dalam negeri dengan mewujudkan suatu fasilitas pemurnian tembaga tambahan di Indonesia dengan mengutamakan penggunaan tenaga kerja, barang, dan jasa dalam negeri.

23 Desember 2014. Pemerintah dan PT Freeport Indonesia, dengan melibatkan pemerintah daerah (kepala dinas Energi dan Sumber Daya Mineral), melakukan rapat membahas perkembangan naskah amandemen kontrak karya PT Freeport Indonesia.

23 Januari 2015. Pemerintah dan PT Freeport Indonesia memperpanjang MoU renegosiasi amandemen kontrak karya untuk memberikan kesempatan kepada para pihak untuk menyepakati amandemen kontrak karya.

9 Juli 2015. Surat PT Freeport Indonesia mengenai Permohonan Perpanjangan Operasi.

31 Agustus 2015. Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara mengirimkan teguran keras kepada PT Freeport Indonesia atas ketidaktaatan PT Freeport Indonesia dalam menyelesaikan amandemen kontrak karya dan ketidakpatuhan dalam menjalankan amanat UU Minerba.

11 September 2015. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral menanggapi surat PT Freeport Indonesia atas Permohonan Perpanjangan Operasi.

7 Oktober 2015. PT Freeport Indonesia mengirimkan surat ke Menteri ESDM terkait Permohonan Perpanjangan Operasi.

7 Oktober 2015. Menteri ESDM mengirimkan surat kepada PT Freeport Indonesia yang menyatakan bahwa PT Freeport Indonesia dapat terus melakukan kegiatan operasinya hingga 30 Desember 2021 dan PT Freeport Indonesia berkomitmen untuk melakukan investasi dan meneruskan renegosiasi untuk menyesuaikan dengan peraturan perundang-undangan yang ada.

Dampak dari perpanjangan kontrak PT Freeport Indonesia

Kerugian :

1. Pengendalian usaha tambang masih di pihak asing

2. Terjadinya pencatatan investasi yang tidak transparan

3. Pengutamaan barang dan jasa dalam negeri"Kerugiannya itu pengendalian usaha tambang masih dipihak asing, sehingga operasional dikuasai oleh pihak asing dan dapat mempengaruhi aspek lain seperti keamanan dan sosial, kemudian dimungkinkan terjadinya pencatatan investasi dan pembiayaan lainnya yang tidak transparan dan tidak terkontrol dengan baik, pengutamaan barang dan jasa dalam negeri masih kurang diperhatikan oleh Freeport, hal ini tidak sejalan dengan Kontrak Karya Pasal 24 tentang Nawacita," jelas Bambang.

Keuntungan :

1. Masih terdapat potensi keuntungan dari belanja negara, investasi, tidak terjadi PHK pada ribuan orang.

2. Multiplier effect

3. Perekonomian dan pembangunan daerah berlanjut

4. Peningkatan keahlian TKI"Apabila KK ini dilanjutkan, pemerintah masih akan dapat keuntungan yaitu belanja barang dalam negeri sebesar US$ 1,2 M/tahun, Investasi sebesar US$ 1,4 M/tahun, 22.732 orang tidak di PHK, kegiatan operasi dan produksi berjalan sesuai peraturan, pengembangan usaha setempat bisa dilakukan, siklus perekonomian dan pembangunan daerah dapat dilakukan secara berkelanjutan, alih teknologi dapat dioptimalkan, dan peningkatan keahlian tenaga kerja Indonesia melalui program Indonesianisasi," rinci Bambang.

Tanggapan

Menurut pandangan saya, kasus ini tergolong kasus yang sangat mengundang pro dan kontra, karena apabila kita mendukung Freeport terus memperpanjang kontrak, dapat dipastikan mereka mendapatkan keuntungan yang sangat-sangat besar, sedangkan Rakyat Indonesia khususnya Rakyat Papua selaku pemilik daerah tersebut,hanya mendapatkan limbahnya saja, padahal mereka hidup diatas tanah yang kaya akan bahan tambang khususnya emas.

Memang kontrak tersebut memberikan asupan yang cukup besar bagi perekonomian Indonesia, tapi itu hanya sekian persen saja dari keuntungan yang Freeport dapatkan, serta melihat dari perilaku PT. Freeport yang sering melakukan penyimpangan-penyimpangan seperti yang sudah dijelaskan, pemerintah seharusnya berfikir dua kali, karena mungkin saja masih banyak penyimpangan lain yang tidak diketahui oleh pemerintah.

Dan kita juga melihat bahwa PT. Freeport sangat gencar dalam perpanjangan kontrak,itu karena mereka semakin melihat peluang yang besar dari pertambangan di Papua tersebut.

Menurut saya, sebaiknya pemerintah tidak perlu memperpanjang lagi kontrak bersama PT.Freeport, karena sebenarnya lebih banyak kerugian daripada keuntungan, dan juga apabila pertambangan emas tersebut dikelola oleh pemerintah Indonesia, sudah dipastikan masa depan perekonomian Indonesia semakin cerah. Benar adanya bahwa tenaga kerja Indonesia tak kalah bersaing, tapi alat alat untuk mengolah pertambangan tersebutlah yang mahal. Kalaupun itu masalahnya, menurut saya pemerintah masih bisa memanfaatkan waktu yang ada sebelum kontrak tersebut habis untuk mengumpulkan anggaran, dan hal tersebut bukanlah sesuatu yang mustahil, karena pemerintah Indonesia sebaiknya mengurangi anggaran para wakil rakyat yang duduk di kursi panas yang dirasa kurang banyak manfaatnya, seperti kunjungan ke luar negeri tetapi kenyataannya digunakan sebagai ajang piknik, dan juga harus memperbaiki kasus korupsi yang tiada hentinya.


Comments

Popular posts from this blog

TEORI KOMUNIKASI MODEL SHANNON DAN WEAVER

PEMBIDANGAN HUKUM BESERTA CONTOHNYA

Contoh Makalah Disorganisasi Keluarga (Perceraian)