MAKALAH TEKNIK LOBBY DAN NEGOSIASI STUDY KASUS BISNIS RITEL INDONESIA

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Kegiatan lobby sebenarnya adalah kegiatansehari-hari yang tidak dapat terlepas dari kehidupan manusia. Selama manusia itu melakukan proses komunikasi dengan orang lain, maka disitulah kegiatan lobby itu terjadi dan kadangkala kita juga melakukan tanpa kita sadari.

Manusia diciptakan dengan berbagai bangsa, adat, dan jenis serta berbagai macam karakter dengan kecerdasan dan ketajaman pikiran yang berbeda. Sebagian manusia sangat cerdas, berdisiplin, jujur, sabar, dan bertanggung jawab, namun sebagian lagi ada yang kurang cerdas, emosional atau cepat marah, suka berbohong, dan tidak bertanggung jawab. Kondisi kodrat yang seperti itu merupakan salah satu sumber penyebab mengapa tidak semua persoalan mendapat tanggapan yang sama dan penyelesaiannya pun juga berbeda. Dalam lingkungan kehidupan organisasi kemasyarakatan, baik sosial, ekonomi maupun politik, upaya untuk mencapai sasaran dengan menggunakan kekerasan atau berdasarkan kekuatan otot belaka sudah bukan zamannya lagi.

Bahkan dalam menyelesaikan suatu perbedaan atau pertentangan maupun perbedaan kepentingan diperlukan dialog dan musyawarah melalui lobi dan negosiasi, meskipun adakalanya berlangsung alot dan membutuhkan waktu yang relatif lama. Dewasa ini upaya melobi bukan lagi monopoli dunia politik dan diplomasi, tetapi juga banyak dilakukan para pelaku bisnis, selebritis dan pihak-pihak lainnya. Biasanya lobi-lobi dilakukan sebagai pendekatan dalam rangka merancang sesuatu perundingan. Apabila lobi berjalan mulus diyakini akan menghasilkan perundingan yang sukses.

Lobi dan negosiasi tentunya akan dapat berjalan dengan sukses apabila dilakukan dengan baik. Dalam komunikasi bisnis, Negosiasi adalah suatu proses dimana dua pihak atau lebih yang mempunyai kepentingan yang sama atau bertentangan, bertemu dan berbicara untuk mencapai suatu kesepakatan. Perbedaan kepentingan memberikan alasan terjadinya suatu titik temu dan dasar motivasi untuk mencapai kesepakatan baru. Negosiator yang baik hendaknya membangun kerangka dasar yang penting tentang negosiasi yang akan dilakukan, agar berhasil menjalankan tugasnya dengan baik. Melakukan lobi dan negosiasi harus sesuai dengan prinsip-prinsip, strategi, teknik, dan taktik, esensi dan fungsinya, oleh karena itu disebut sebagai suatu konsep.


BAB II

PEMBAHASAN

B. PENGERTIAN LOBI DAN NEGOSIASI

Pengertian Lobi

Istilah lobbying atau kemudian menjadi “Lobi” dalam bahasa Indonesia sering dikaitkan dengan kegiatan politik dan bisnis. Perkembangan dewasa ini Lobi-melobi tampaknya tidak terbatas pada kegiatan tersebut namun mulai dirasakan oleh manajer organisasi untuk menunjang kegiatan manajerialnya baik sebagai lembaga birokrat maupun lembaga usaha khususnya dalam pemberian pelayanan.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, melobi ialah melakukan pendekatan secara tidak resmi, sedangkan pelobian adalah bentuk partisipasi politik yang mencakup usaha individu atau kelompok untuk menghubungi para pejabat pemerintah atau pimpinan politik dengan tujuan mempengaruhi keputusan atau masalah yang dapat menguntungkan sejumlah orang.

Pelaksanaan lobi menggunakan pendekatan komunikasi sebagai alat untuk mencapai tujuan. Aktivitas komunikasi dapat dilakukan oleh individu, kelompok, maupun organisasi (profit atau non profit), maupun lembaga pemerintahan. Sedangkan media komunikasi yang dapat digunakan adalah dalam bentuk cetak, elektonik, media luar ruang, budaya, dan sebagainya, yang melalui media tersebut, dapat menggunakan bahasa verbal maupun non verbal.

Lobi adalah aktivitas komunikasi yang dilakukan individu ataupun kelompok dengan tujuan mempengaruhi pimpinan organisasi lain maupun orang yang memiliki kedudukan penting dalam organisasi dan pemerintahan sehingga dapat memberikan keuntungan untuk diri sendiri ataupun organisasi dan perusahaan pelobi.

C. TUJUAN DAN MANFAAT LOBI DAN NEGOSIASI

Tujuan Lobi

Tujuan melobi adalah aktivitas (komunikasi) yang dilakukan untuk mempengaruhi (meyakinkan) orang atau pihak lain, sehingga orang atau pihak lain itu sependapat dan seagenda dengan kita.

Manfaat melobi

• Mempengaruhi pengambil keputusan agar keputusannya tidak merugikan para pelobi dari organisasi atau lembaga bisnis

• Lobi juga berfungsi untuk menafsirkan opini pejabat pemerintah yang kemudian diterjemahkan dalam kebijakan perusahaan

• Memprediksi apa yang akan terjadi secara hukum dan memberirekomendasi pada perusahaan agar dapat menyesuaikan diri dengan ketentuan baru dan memanfaatkan ketentuan baru tersebut

• Menyampaikan informasi tentang bagaimana sesuatu kesatuan dirasakan oleh perusahaan, organisasi atau kelompok masyarakat tertentu

• Meyakinkan para pembuat keputusan bahwa pelaksanaan peraturan membutuhkan waktu untuk perizinan.

D. KEMAMPUAN DASAR LOBI DAN NEGOSIASI

Secara teknis pada dasarnya ada 6 kemampuan dasar yang perlu dimiliki supaya sukses melakukan lobi, negosiasi dan dengar pendapat, antara lain :

• kemampuan membaca teks dan konteks.

• kemampuan menulis.

• kemampuan berbahasa (termasuk didalamnya kemampuan berargumen dan mengartikulasikan pendapat dengan baik).

• kemampuan mempresentasikan pendapat, dan gagasan.

• kemampuan mendengarkan.

• kemampuan berkomunikasi (gesture, bahasa tubuh, berpakaian, diksi dan sebagainya)

E. KARAKTERISTIK LOBBYING

• Bersifat tidak resmi atau informal dapat dilakukan diluar forum atau perundingan yang secara resmi disepakati.

• Bentuk dapat beragam dapat berupa obrolan yang dimulai dengan tegursapa, atau dengan surat.

• Waktu dan tempat dapat kapan dan dimana saja sebatas dalam kondisi wajar atau suasana memungkinkan. Waktu yang dipilih atau dipergunakan dapat mendukung dan menciptakan suasan yang menyenangkan, sehingga orang dapat bersikap rileks.

• Pelaku atau aktor atau pihak yang melakukan lobbying dapat beragam dan siapa saja yakni pihak yang berkepentinga, dan dapat pihak eksekutif atau pemerintahan, pihak legislatif, kalangan bisnis, aktifis LSM, tokoh masyarakat atau ormas, atau pihak lain yang terkait pada objek lobby.

• Bila dibutuhkan dapat melibatkan pihak ketiga untuk perantara.

• Arah pendekatan dapat bersifat satu arah pihak yang melobi harus aktif mendekati pihak yang dilobi. Pelobi diharapkan tidak bersikap pasif atau menunggu pihak lain sehingga terkesan kurang perhatian.

F. MENGIDENTIFIKASI MATERI LOBI DAN NEGOSIASI

• Kita perlu melakukan lobi dan negosiasi karena tentu ada hal yang mau dilobikan, dinegosiasikan dan ingin didengarkan.

• Sebelum kita melakukan lobi dan negosiasi kita harus mengetahui secara persis (pesan) apa yang mau kita sampaikan.

• Kita harus merumuskan secara ketat dan jelas apakah sikapnya saja yang mau kita ubah, perilakunya, kepentingannya, pola pikirnya, nilainya atau bahkan ideologinya.

• Kita juga harus merumuskan secara jelas posisioning kita (ideologi, nilai, pola pikir, kepentingan, sikap dan perilaku).

• Kita meyakinkan orang atau pihak lain supaya setuju, netral atau berlawanan dengan kita.

G. HAMBATAN PROSES LOBI DAN NEGOSIASI

Dalam pelaksanaan Lobi dan Negosiasi seringkali tidak semua pesan dapat diterima dan dimengerti dengan baik. Hal ini disebabkan oleh adanya faktor penghambat antara pengirim dan penerima pesan. Faktor yang harus diketahui adalah:

· Masalah dalam mengembangkan pesan dikarenakan munculnya keragu-raguan tentang isi pesan, kurang terbiasa dengan situasi yang ada atau dengan orang yang akan menerima. Juga adanya pertentangan emosi, atau kesulitan dalam mengekspresikan ide atau gagasan.

· Masalah dalam menyampaikan pesan.

· Masalah dalam menerima pesan dapat terdeteksi seperti persaingan antara penglihatan dengan pendengaran atau suara, suasana yang tidak nyaman, lampu yang mengganggu, konsentrasi yang tidak terpusat.

· Masalah dalam menafsirkan pesan dipengaruhi oleh perbedaan latar belakang, penafsiran kata dan perbedaan reaksi emosional.

H. STRATEGI DAN TEKHNIK MELOBI

1. Strategi Melobi

· Kenali objek yang dituju, sehingga mengetahui seluk- beluk objek yang akan dituju.

· Persiapan informasi, bahan apa yang akan disampaikan harus dipersiapkan dengan lengkap.

· Persiapan diri, segala sesuatu harus dipersiapkan baik mental dan kepercayaan diri agar tidak gugup ketika melakukan lobi.

· Berupaya menarik perhatian pendengar, ketika mengirim pesan sehingga mereka menyimak dengan baik pesan yang diterima.

· Sajikan pengiriman pesan itu dengan jelas, agar dapatditerima dengan jelas dan dipahami.

· Tutup pembicaraan dan lobi dengan memberi kesan yang menyenangkan dan bila ada kelanjutan mereka tetap antusias.

2. Teknik Melobi

Dengan teknik pendekatan melobi akan dapat ditunjukkan konsentrasinya sehingga menjadi karakteristik yang konsisten. Macam-macam pendekatan didalam tehknik lobi (Panuju,2010 ; 32) yaitu:

· Pendekatan Brainstorming

Pendekatan ini menitik beratkan pada asumsi bahwa citra diri tentang diri sendiri dan orang lain diperoleh melalui proses komunikasi yang intensif. Apa yang dibutuhkan, apa yang dikehendaki, apa yang disukai, dan sebagainya muncul akibat interaksi komunikasi. Demikian juga dengan kebutuhan, muncul setelah terjadi pertukaran buah pikiran. Kesadaran adalah hasil dari kesimpulan yang substantif atas informasi yang menerpa terus menerus. Pendekatan ini biasanya digunakan ketika seseorang pelobi belum membawa maksud dan tujuan kecuali menjajaki segala kemungkinan. Lobi jenis ini bersifat eksploratif, sedang pada tahap mencari peluang.

· Pendekatan Pengondisian

Berangkat dari asumsi teoritik conditioning, bahwa selera, sikap, pikiran, preferensi, dan sebagainya dapat dibentuk melalui kebiasaan. Pendekatan ini menitikberatkan pada upaya melobi untuk membangun kebiasaan baru. Misalnya, yang semula belum ada kemudian diadakan sebagai wahana komunikasi. Pertemuan antara kedua pihak dilakukan untuk melancarkan komunikasi persuasif yang bertujuan mempengaruhi pihak lain secara perlahan, dilakukan tahap demi tahap sampai pihak lain tidak menyadari dirinya telah berubah. Pendekatan ini membutuhkan kesabaran dan kontinuitas.

· Pendetakan Networking

Berangkat dari asumsi bahwa seseorang bertindak seringkali dipengaruhi oleh lingkungannya. Karena itu memahami siapa orang dekat disamping siapa menjadi penting. Lobi dalam konteks ini tujuannya mencari relasi sebanyak-banyaknya terlebih dahulu, dan bukan berorientasi pada hasilnya. Bila networking sudah terjalin dengan baik, satu sama lain sudah terikat oleh nilai-nilai tertentu, barulah lobi dengan tujuan tertentu dilaksanakan.

· Pendekatan Transaksional

Berdasar pada pandangan bahwa apapun yang dikorbankan harus ada hasilnya, apapun yang dikeluarkan harus kembali, apapun yang dikerjakan ada ganjarannya. Maka apapun konsekuensi yang mengikuti kegiatan lobi diperhitungkan sebagai investasi. Asusmsi pada pendekatan ini adalah bahwa transaksi merupakan sebuah mekanisme jika memberi maka harus menerima.

· Pendekatan Institution Building

Pendekatan melembagakan tujuan gagasan merupakan alternatif yang dapat digunakan disaat sebagian besar orang resistensi terhadap suatu gagasan perubahan. Ketika sekelompok orang bersikap menerima suatu keputusan, maka sebagian besar lainnya akan ikut menerima keputusan tersebut.

· Pendekatan Cognitive Problem

Pendekatan ini sebelum sampai pada tujuannya harus melalui beberapa proses, dimulai dengan membangun pemahaman terhadap suatu masalah pada pihak yang dituju, dan mempengaruhi pihak tersebut untuk mengambil keputusan. Pendekatan ini menitikberatkan pada terbentuknya keyakinan, semakin mampu meyakinkan, semakin menemukan sasaran.

· Pendekatan Five Breaking

Pendekatan ini banyak digunakan oleh praktisi humas untuk mengalihkan perhatian pada isu yang merugikan dengan menciptakan isu lain. Agar pendekatan ini efektif dan tidak memicu terbentuknya isu lain dengan kecenderungan kearah yang lebih negatif, maka harus dilakukan dengan cara yang lebih halus, dan bukan bergerak berlawanan arah dengan isu utama yang timbul. Namun apabila demikian, maka akan timbul reaksi penolakan dan perlawanan yang lebih besar.

· Pendekatan Manipulasi Power

Dalam propaganda dikenal adanya istilah “transfer device”, yaitu cara mempengaruhi orang dengan menghadirkan simbol kekuatan tertentu. Melakukan pendekatan ini harus dipastikan adanya pembuktian untuk menghindari kesan negatif dan hilangnya kepercayaan.

· Pendekatan Cost and Benefit

Pendekatan ini dilakukan ketika orang lain menganggap harga yang ditawarkan terlalu tinggi, sementara pihak pelobi tidak mungkin menurunkan angka yang telah ditetapkan. Dibandingkan menunjukkan sikap pertahanan, akan lebih efektif apabila meyakinkan pihak lain dengan menyatakan bahwa angka tersebut adalah sesuai dengan pertimbangan memiliki banyak kelebihan.

· Pendekatan FuturistikatauAntisipatif

Pendekatan ini dilakukan manakala mengetahui bahwa klien belum memiliki kebutuhan saat ini, maka harus diberi gambaran beberapa tahun ke depan yang harus diantisipasi.

I. STRATEGI DAN TEKNIK NEGOSIASI

1. Strategi Negosiasi

Dalam melakukan negosiasi, kita perlu memilih strategi yang tepat, sehingga mendapatkan hasil yang kita inginkan.Strategi negosiasi ini harus ditentukan sebelum proses negosiasi dilakukan. Ada beberapa macam strategi negosiasi yang dapat kita Pilih, sebagai berkut :

· Win – Win

Strategi ini dipilih bila pihak – pihak yang berselisih menginginkan penyelesaian masalah yang diambil pada akhirnya menguntungkan kedua belah pihak. Strategi ini juga dikenal dengan integrative negotiation.

· Win - Lose

Strategi ini dipilih karena pihak – pihak yang berselisih ingin mendapatkan hasil yang sebesar-besarnya dari penyelesaian masalah yang diambil. Dengan strategi ini pihak-pihak yang berselisih saling berkompetisi untuk mendapatkan hasil yang merekainginkan.

· Lose – lose

Strategi ini dipilih biasanya sebagai dampak kegagalan dari pemilihan strategi yang tepat dalam bernegosiasi. Akibatnya pihak-pihak yang berselisih, pada akhirnya tidak mendapatkan sama sekali hasil yang diharapkan.

· Lose – Win

Srategi ini dipilih bila salah satu pihak sengaja mengalah untuk mendapatkan manfaat dengan kekalahan mereka.

2. Teknik Negosiasi

· Membuat Agenda

Taktik ini harus digunakan dalam memberikan waktu kepada pihak-pihak yang berselisih setiap masalah yang ada secara berurutan dan mendorong mereka untuk mencapai kesepakatan atau keseluruhan paket perundingan.

· Bluffing

Taktik klasik yang sering digunakan oleh para negosiator yang bertujuan untuk mengelabui lawan berundingnya dengan cara membuat distorsi kenyataan yang ada dan membangun suatu gambaran yang tidakbenar.

· Membuat tenggang waktu ( Deadline )

Taktik ini digunakan bila salah satu pihak yang berunding ingin mempercepat penyelesaian proses perundingan dengan cara memberikan tenggang waktu kepada lawan untuk segera mengambil keputusan.

· Good Guy Bad Guy

Taktik ini digunakan dengan cara menciptakan tokoh “jahat” dan “Baik” pada salah satu pihak yang berunding. Tokoh “jahat” ini berfungsi untuk menekan pihak lawans ehingga pandangan-pandangannya selalu ditentang oleh pihak lawannya ,sedangkan tokoh “baik” ini yang akan menjadi pihak yang dihormati oleh pihak lawannya karena kebaikannya. Sehingga pendapat-pendapat yang dikemukakannya untuk menetralisir pendapatTokoh “jahat”, sehingga dapat diterima oleh lawan berundingnya.

· The Art of Concession

Taktik ini diterapkan dengan cara selalu meminta konsesi dari lawan berunding atas setiap permintaan pihak lawan berunding yang akan dipenuhi.

· Intimidasi

Taktik ini digunakan bila salah satu pihak membuat ancaman kepada lawan berundingnya agar menerima penawaran yang ada, dan menekankan konsekuensi yang akan diterima bila tawaran ternyata di tolak.


BAB III

CONTOH KASUS

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Ritel merupakan sektor industri yang sangat populer dan sudah mendominasi kehidupan masyarakat Indonesia turun-temurun sejak dahulu kala. Ditandai dengan tersebarnya warung dan toko kelontong di hampir tiap daerah, mulai dari pelosok hingga kota besar. Industri ini tumbuh dan berkembang sedemikian cepat seiring dengan pertambahan laju penduduk. . Industri ini juga semakin populer sejak masuknya peritel modern dan milik investor asing di Indonesia. Para peritel tersebut berlomba-lomba untuk masuk. Dari yang ingin membuka cabang (ekspansi), mendirikan pabrik baru di luar negara asal, mencari mitra strategis, hingga mendirikan perusahaan baru.

Fenomena tersebut secara perlahan mengakibatkan pelaku usaha domestik satupersatu kolaps tidak berdaya, terlebih lagi pelaku usaha domestik dengan skala yang kecil. Tidak mengherankan jika industri ini mendapat sorotan yang cukup serius dan banyak diperbincangkan oleh berbagai kalangan, mulai dari instansi pemerintah, pelaku usaha, hingga para akademisi. Banyak kalangan yang menghendaki pemerintah untuk turun tangan mengatasi permasalahan tersebut. Kondisi ini kemudian menggelitik pemerintah untuk mengatur permasalahan ini dalam suatu bentuk ketentuan dengan maksud melindungi kepentingan usaha kecil secara nasional. Namun, ketika pemerintah kemudian menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2007 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern (“Perpres 112/2007”) pada tanggal 27 Desember 2007, peraturan ini tidak kalah mengundang kontroversi.

Perpres 112/2007 mengatur secara teknis mengenai pembagian usaha antara pasar tradisional, pusat perbelanjaan dan toko modern. Pada beberapa ketentuan pasal, Perpres 112/2007 terlalu mengatur dengan sangat rigid. Misalnya, terdapat pengaturan mengenai lokasi dan syarat-syarat pendirian, luas bangunan, jam operasi, ketentuan pemasokan barang, perizinan, serta pembinaan dan pengawasan untuk pasar tradisional, pusat perbelanjaan dan toko modern. Peraturan ini dibuat dengan maksud untuk melindungi dan mengembangkan usaha kecil serta sebagai suatu upaya pembinaan terhadap usaha kecil supaya bisa maju dan berkembang. (Sumber: http://www.kppu.go.id diakses pada 19 oktober 2013 pukul 21:22 WIB).

Karena dalam proses pengimplementasiannya Perpres yang bersifat sangat teknis sering mengalami benturan-benturan kepentingan maka perlu pengawasan yang ketat oleh pemerintah sebagai pihak yang “berkuasa” dalam area kompetisi usaha ini. Pembinaan dari pemerintah baik pusat maupun daerah serta pengawasan terhadap Pasar tradisional, Pusat perbelanjaan dan Toko modern harus segera dilakukan sebagai bagian pengimplementasian Perpres tersebut.

Dalam kasus ini saya dan tim saya akan bertindak sebagai Lobbyist dari Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (APRINDO) akan melakukan upaya-upaya lobby agar pemerintah benar-benar mengimplementasikan isi Perpres 111/2007 sehingga usaha ritel Indonesia tetap mendapat perhatian khusus dari pemerintah. Disamping itu, sebagai persiapan menghadapi ASEAN Community 2015 pemerintah perlu membuat pengaturan khusus untuk menjamin persaingan usaha yang sehat antara bisnis ritel Indonesia dan ritel asing, mulai dari pengaturan jarak tempat usaha, dan perizinan usaha.

Demikian juga dengan kebijakan baru dari pemerintah yakni mengenai Upah Minimum Sektoral Provinsi (UMSP). Upah ini berlaku untuk 11 bidang usaha. Di sektor ritel, bersama dengan sektor tekstil, sandang, dan kulit, besar UMSP adalah 5 persen di atas UMP tahun berjalan. Pemberlakuan upah ini dinilai sangat memberatkan bisnis ritel saat ini dan kedepannya. Oleh karena itu pengaturan UMSP ini agar dapat dipertimbangkan dan ditinjau kembali oleh pemerintah mengingat persaingan yang akan semakin segit pada 2015.

B. TAHAPAN LOBI

1. Pengumpulan Data Dan Fakta.

Sebagai langkah awal maka hal yang harus kita lakukan adalah mengumpulkan data-data serta fakta terkait:

· Implementasi Perpres 112/2007 yang berhubungan dengan industri ritel. Kemudian mengontak sumber – sumber data tersebut untuk mendapatkan data dan fakta yang kita butuhkan. Jika masih terjadi hal-hal yang tidak sesuai dengan pengimplementasian Perpres tersebut maka ini bisa menajdi fakta yang kuat untuk dapat disuarakan nantinya.

· Disamping itu kita perlu untuk membuat analisa prediksi terhadap situasi persaingan usaha yang nantinya akan terjadi pada 2015. Hal ini penting untuk melihat apa yang paling urgent kita butuhkan sebagai pebisnis ritel Indonesia.

· Kemudian data mengenai dampak kebijakan Upah Minimum Sektoral Provinsi (UMSP) yang sudah terlihat saat ini. Bila terdapat usaha-usaha ritel yang bahkan mem-PHK karyawannya hanya karena dampak dari kebijakan ini yang memberatkan pengusaha ritel maka data ini perlu untuk dikumpulkan untuk nantinya ”disuarakan”.

2. Interpretasi Terhadap Langkah – Langkah Pemerintah,

Dalam melakukan lobby yang mempengaruhi kebijakan pemerintah maka kita perlu melakukan interpretasi terhadap langkah-langkah yang akan dilakukan pemerintah terkait industri ritel Indonesia kedepannya. Jika dilihat dari peredaran informasi saat ini, sebagai tahap proses implementasi kesepakatan pemerintah terkait perdagangan bebas dengan beberapa negara, maka pemerintah juga akhirnya membuka diri terhadap masuknya peritel asing sebagai konsekuensi kesepakatan tersebut. Tapi disamping itu pemerintah sepertinya sedang melakukan rencana memaksimalkan penerapan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 111 Tahun 2007 yang mengatur penguasaan modal asing di perdagangan ritel Indonesia. Pengetatan ekspansi ritel asing sangat diperlukan guna menjaga kinerja bisnis ritel domestik agar tetap eksis di Tanah Air. (http://www.panjisuroboyo.com). Hal ini adalah signal positif dari pemerintah untuk menjaga bisnis ritel domestik. Hanya saja Aprindo perlu untuk memonitor dan mendorong agar pemerintah menjalankan rencana tersebut sesuai dengan yang seharusnya.

3. Intrepretasi Terhadap Langkah – Langkah Perusahaan.

Sebagai lobbyist dari Asosiasi pedagang ritel Indonesia (APRINDO) yang memiliki sejumlah besar anggota yang bergerak diberbagai jenis ritel maka kita dapat mengumpulkan informasi dari para anggota-anggota Aprindo mengenai kondisi bisnis ritel mereka saat ini, kendala yang dihadapi terkait kebijakan pemerintah mengenai Perpres dan Upah Minimum Sektoral Provinsi (UMSP), serta rencana serta persiapan yang telah dilakukan oleh para peritel Indonesia menghadapi ASEAN Community 2015 dan terpaan ritel asing yang barubaru ini sudah mulai sangat terlihat di Indonesia. Dari informasi yang diperoleh maka pelobby dapat menginterpretasikan secara umum mengenao rencana para peritel Indonesia yang akan dilakukan kedepannya nanti serta tindakan mereka untuk menghadapi tantangan serta kebijakan pemeritnah terkait UMSP.

4. Membangun Posisi

Posisi yang kuat perlu dibangun untuk dapat mempengaruhi kebijakan pemerintah terkait usaha ritel Indonesia. Karena itu beberapa hal yang perlu dilakukan adalah dengan Melemparkan berita nasional (publicity springboard). Upaya publicity springboard juga dapat dibantu oleh para pendukung dari level grassroot terkait menyuaraan suatu ide di media massa, baik cetak, siar maupun digital. Perspektif dari berbagai pihak perlu untuk dikemukankan sehingga hal ini dapat terkesan lebih objektif.

Adapun upayanya adalah sebagai berikut:

· Untuk media cetak berupa koran: Penulisan di kolom-kolom opini oleh berbagai ahli baik pihak peritel maupun dari sisi analis, akademisi, maupun pemerhati bisnis ritel.

· Media Siar berupa: Pemuatan berita mengenai ulasan bisnis ritel Indonesia serta pendapat dari berbagai stakeholder bisnis ritel termasuk pemerintah dalam suatu siaran program Televisi berupa talkshow forum bisnis.

· Forum online (digital) : Penyebaran dan publikasi opini masyarakat mengenai “Tantangan Bisnis Ritel Indonesia Dan Peranan Pemerintah” yang diperoleh dari kompetisi menulis blog sebagai upaya lobby akar rumput yang telah dilakukan.

C. TEKNIK LOBI

1. Menganalisis Iklim.

Ini dilakukan mengetahui ke arah mana bergeraknya opini yang sudah terbentuk. Untuk kasus bisnis ritel ini maka opini saat ini masih datang dari pihak peritel yang mengeluhkan kebijakan pemerintah terkait kenaikan UMSP, naiknya upah buruh dan tarif dasar listrik (TDL). Disamping itu maraknya berita mengenai masuknya peritel asing ke Indonesia memenuhi kolom-kolom media massa nasional. Ini merupakan salah satu petunjuk arah pergerakan opini. Sebagai lobbyist kita harus menguasai informasi dan peka terhadap situasi yang ada.

2. Membentuk Koalisi

Koalisi adalah hal yang sangat penting dalam proses me-lobby. Dalam kasus ini kita akan membentuk koalisi dengan pihak-pihak yang dapat mendukung tujuan kita atau usulan yang ingin kita raih lewat lobby.

Adapun koalisi yang akan dibentuk dengan merangkul beberapa pihak yang berkenaan dengan isu ini antara lain:

· Asosiasi Pengelola Pasar Indonesia, yang hingga saat ini dikenal dengan Asparindo.

· Asosiasi pemasok ritel Indonesia seperti Asosiasi pengusaha pemasok pasar retail modern Indonesia (AP3MI), GAPMMI, NAMPA, PERKOSMI, APGAI, APROGAKOB, APPSI, GABEL,dll

· Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI)

· Seluruh anggota APRINDO dan asosiasi yang tergabung didalamnya.

3. Memperhitungkan Media

Media merupakan saluran komunikasi yang harus dimanfaatkan dengan strategis dalam melakukan lobbying. Media juga digunakan untuk membangun posisi yang kuat untuk menyuarakan gagasan kita. Dalam hal ini kita menggunakan media relations untuk membantu memperkuat posisi kita dan merangkul media agar care dengan isu kita dan mempublikasi content media yang menguntungkan kita secara positif. Dalam rencana membangun posisi ada tiga jenis media massa yang digunakan yakni media cetak, media siar, dan media internet. Berikut penjelasan detailnya:

Untuk media cetak yang akan disasar berupa majalah dan koran nasional seperti Kompas, Bisnis Indonesia, Investor Daily, Tempo,dll. Cara menginformasikannya adalah dengan mengisi penulisan di kolom-kolom opini oleh berbagai ahli baik pihak peritel maupun dari sisi analis, akademisi, maupun pemerhati bisnis ritel. Tujuannya: agar semakin banyak pihak yang dapat aware dengan masalah ini dan pada akhirnya dapat mendukung gagasan yang kita ajukan. Pastinya semua pihak menginginkan kondisi persaingan usaha yang sehat terutama menghadapi pasar bebas 2015 ini. Untuk majalah, Aprindo dapat melakukan wawancara eksklusif dengan majalah seperti Marketeers dan Fortune Indonesia terkait bisnis ritel domestik di Indonesia. Dalam wawancara ini dapat diutarakan gagasan Aprindo sebagai bagian dari memperkuat posisi lobbying.

Untuk Media Siar berupa: Pemuatan berita mengenai ulasan bisnis ritel Indonesia serta pendapat dari berbagai stakeholder bisnis ritel termasuk pemerintah dalam suatu siaran program Televisi berupa talkshow forum bisnis di media Metro TV, talkshow tentanga perkembangan bisnis dan usaha di TV one, dan muatan berita lainnya berupa wawancara eks

Forum online (digital) : Penyebaran dan publikasi opini masyarakat mengenai “Tantangan Bisnis Ritel Indonesia Dan Peranan Pemerintah” yang diperoleh dari kompetisi menulis blog sebagai upaya lobby akar rumput yang telah dilakukan. Selain itu, website dan akun social medai Aprindo merupakan saluran komunikasi yang potensial untuk selalu di update dan disebarkan. Dengan masuk ke akun-akun yang dapat membantu untuk mem-blash permasalahan ini maka diharapkan pengguna social media ataupun orang-orang di dunia maya akan aware dengan masalah ini. Konsekuensinya kita perlu untuk melakukan monitoring secara ketat karena penggunaan media online sangat bebas sehingga jangan sampai upaya merangkul masa lewat media online malah justru berbalik menjadi serangan yang merugikan kita.

4. Mengembangkan Kasus

Upaya lobby merupakan serangkaian proses yang tidak sekejap. Karena itu ditengah proses lobby yang kita lakukan, kita perlu memperbaharui selalu atau meng-update perkembangan kasus yang kita bawa. Dalam hal ini pengimplementasian Perpres 111/2007 oleh pemerintah adalah hal krusial yang harus dimonitor dan di-update perkembangannya. Sehingga diperlukan tim yang selalu melakukan media monitoring yang pada akhirnya membantu kita merangkum isu setiap harinya sehingga kasus yang berkembang dapat kita pantau sejalan dengan upaya lobby yang kita lakukan. Kita juga akan mengupayakan kepada pemerintah lewat kementrian perindustrian, kementrian perdagangan, kementrian UKM untuk melakukan lobby dengan menyuarakan pengembangan kasus terbaru terkait isu yang kita bawa lewat media dan forum diskusi dengan menyebut peranan mereka dalam perkembangan industri ritel Indonesia.

5. Jagalah Fleksibilitas.

Sebagai lobbyist, kita harus peka dan responsif (cepat tanggap)perubahan rencana dan strategi sangat mungkin terjadi sehingga fleksibilitas menjadi karakter yang harus kita miliki dan disesuaikan dengan perkembangan kasus terkini.


BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Bahwa lobi dan negosiasi merupakan kegiatan Melobi, negosiasi merupakan bagian dari konsep komunikasi secara umum yang bertujuan mempengaruhi, menarik perhatian, menarik simpati, menimbulkan empati, menyampaikan informasi dari dan atau keseseorang, kelompok, organisasi, perusahaan, lembaga negara bahkan negara.

Lobi adalah suatu upaya pendekatan yang dilakukan untuk mempengaruhi dengan tujuan kepentingan tertentu. Lobi adalah pendekatan awal yang menjurus ke suatu tujuan yang menguntungkan, baik satu ataupun kedua belah pihak. Kegiatan lobi tidak hanya diperlukan oleh individu untuk memperoleh apa yang menguntungkan dari pihak lain, tetapi juga diperlukan bagi kepentingan suatu organisasi. Dalam kondisi ini lobi adalah proses penyampaian argumentasi–argumentasi yang bersifat mendukung posisi organisasi kepada pejabat. Dalam sebuah bisnis, lobi merupakan permulaan dari sebuah negosiasi. Tetapi dalam proses negosiasi, lobi sering digunakan untuk mengatasi tahap-tahap negosiasi yang mengalami jalan buntu dan tidak menemukan kata sepakat. Jika negosiasi sampai pada tahap ini, saat jeda bisa dimanfaatkan negosiator untuk melakukan pendekatan-pendekatan ulang, agar menemukan titik temu ke arah sepakat.

Negosiasi itu sendiri bisa terjadi apabila aktivitas lobbying mendapat respon dari pihak lain. Jika pihak lain tidak menaggapi pendekatan yang dilakukan diantaranya melalui lobi-lobi, maka negosiasi boleh jadi tidak akan terjadi. Sebaliknya, negosiasi bisa terjadi karena adanya konflik, dan lobbying ada didalamnya untuk mengurangi konflik tersebut.

B. SARAN

Dalam pembuatan makalah ini , masih banyak terdapat kekurangan. Oleh karena itu, sangat diperlukan kritik dan saran yang membangun agar dalam pembuatan makalah selanjutnya lebih baik lagi. Selain itu, makalah ini disarankan pula untuk dijadikan tolak ukur dalam pembuatan makalah-makalah selanjutnya.


Comments

  1. Makasih banyak, sangat bermanfaat untuk referensi

    ReplyDelete
  2. Hi, sorry but for the explanation of your sample "Kasus ritel" actually anda menlakukan copy paste terhadap paper saya di academia https://www.academia.edu/7688872/Teknik_Lobby_dan_negosiasi_studi_kasus_Bisnis_Ritel_Indonesia
    Sebenarnya tidak masalah jika anda mengutip paper saya, atau bahkan melakukan seluruh copy paste untuk pembahasan study kasus anda akan tetapi perlu mencantumkan sumber yang anda ambil. Itu adalah etika dalam dunia akademik yang harus anda perhatikan. Semoga kedepannya anda bisa lebih aware dengan hal seperti ini. Thanks

    ReplyDelete
  3. kenapa gaada daftar pustakanya huft :(

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

TEORI KOMUNIKASI MODEL SHANNON DAN WEAVER

PEMBIDANGAN HUKUM BESERTA CONTOHNYA

Contoh Makalah Disorganisasi Keluarga (Perceraian)