MAKALAH PENGARUH MEDIA CETAK (MAJALAH) TERHADAP SOSIAL BUDAYA KONSUMERISME

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang Masalah

Media cetak terutama majalah, tidak seperti surat kabar, majalah mempunyai cara tersendiri dalam menyampaikan isi beritanya kepada pembaca. Jika surat kabar menyampaikan segala bentuk isi berita guna memenuhi keperluan informasi segenap lapisan masyarakat, majalah lebih menumpukan kepada khalayak-khalayak tertentu dan spesifik dalam menyampaikan sebuah informasi.

Di samping itu, isi berita yang disampaikan oleh surat kabar bersifat harian dan memberi tumpuan yang tinggi terhadap ketepatan masa (timeliness) suatu berita tersebut. Apabila dibandingkan dengan majalah, isu-isu yang diketengahkan adalah sesaat yang menjadi “sense of urgency” nya tidak terlalu tinggi. Maka dari itu majalah dapat diterbitkan secara bulanan atau mingguan.

Efeknya adalah informasi yang disebarkan melalui koran adalah umum karena ia harus menyampaikan berbagai jenis berita setiap hari untuk memenuhi keinginan pembaca yang beragam . Sementara informasi yang disampaikan oleh majalah bersifat spesialisasi yaitu hanya berkonsentrasi pada bidang - bidang tertentu dan pembaca tertentu saja . Ia memenuhi kebutuhan spesifik pembaca dengan mengetengahkan isu - isu spesifik .

Namun , majalah masih dikategorikan sebagai media massa karena ia memiliki audiens yang luas dan bersifat massal . Penyampaian informasi dilakukan oleh komunikator profesional dengan menggunakan teknologi yang mengkhususkan diri .

Menurut John Merrill dan Ralph Lowenstein , majalah dapat dikategorikan menjadi dua jenis yaitu

· Unit Spesialisasi ( Unit Specialisation ) dan

· Spesialisasi Internal ( Internal Specialisation )

Unit Spesialisasi berarti majalah yang mana target audiensnya memiliki minat tertentu. Misalnya : Majalah Femina.

Spesialisasi Internal adalah majalah yang menerbitkan isu - isu umum, yang memiliki audiens yang luas serta menyediakan artikel dari berbagai isu . ( Detik, Times , Sindo Weekly ) .


BAB II

PEMBAHASAN

1. Definisi Konsumerisme

Konsumerisme adalah paham atau ideologi yang menjadikan seseorang atau kelompok melakukan atau menjalankan proses konsumsi atau pemakaian barang-barang hasil produksi secara berlebihan atau tidak sepantasnya secara sadar dan berkelanjutan.

Ia didefinisikan sebagai kecenderungan masyarakat untuk mengaitkan diri mereka dengan produk-produk yang mereka gunakan, serta daya tarikan yang bertujuan untuk meningkatkan status. Contoh: kereta mewah, handphone canggih (smartphone).

Ia juga merujuk kepada satu teori ketika pengguna meningkatkan penggunaan atas suatu barang maka ia memberi manfaat ekonomi . Fokus yang berlebihan ke atas memiliki barang dan jasa di luar dari kemampuan serta kebutuhan nyata seseorang .

Fenomena ini adalah akibat dari usaha sistem ekonomi kapitalis untuk meningkatkan motif keuntungan , memajukan bisnis. Bermotifkan meningkatkan keuntungan maka mereka akan menggunakan berbagai strategi pemasaran yang menggunakan komunikasi persuasi untuk mempengaruhi masyarakat agar mendukung produk dan layanan mereka .

Mereka menggunakan berbagai cara dan strategi periklanan yang dibentuk begitu canggih dengan menggunakan strategi kreatif, daya tarik lengkap dengan berbagai pesan untuk membujuk pengguna. Dalam mengiklankan produk dan layanan juga, sistem ekonomi kapitalis akan menciptakan citra dan merek khusus untuk membujuk pengguna.

Logika pasar mendorong mereka menciptakan berbagai gambar dan kepercayaan bagi mempengaruhi keputusan pembelian konsumen. Apa yang menjadi masalah di sini adalah sistem ekonomi kapitalis berlomba-lomba untuk merebut pembeli maka terjadilah pembudayaan nilai materialisme yang berlebihan. Konsumen tertarik kepada penawaran-penawaran yang diberikan. Maka terwujudlah aliansi antara pengguna dengan pembeli untuk memenuhi kehendak masing-masing.

Pada tahap ini, terjadi pada satu tingkat yang keterlaluan. Memiliki barang menjadi satu keharusan, status diri pengguna .

Menurut pemikir kritis seperti Theodor Adorno dan Max Horkheimer, media massa adalah lembaga yang membantu memajukan budaya konsumerisme dengan menciptakan konten media yang mempopulerkan nilai-nilai budaya konsumerisme. Semua media yang terlibat bertanggung jawab untuk penyebaran budaya konsumerisme karena adanya periklanan yang memberikan dukungan kuat kepada operasi institusi media .

Selain itu, media massa yang beroperasi di bawah sistem ekonomi kapitalis menyebabkan ia tidak dapat memisahkan diri menjadi bagian industri produksi budaya ( cultural industries ). Di sini, majalah menjadi pusat diskusi isu konsumerisme .

2. Pengaruh dan Peranan Majalah dalam Sosial Budaya di Masyarakat

Umumnya, majalah memainkan peranannya dalam pembentukan budaya di kehidupan pembacanya. Berbeda dengan koran, majalah menentukan aliran pemikiran dan cara hidup masyarakat sesuai zaman.

Menurut John Vivian (1997), majalah-majalah di Amerika Serikat mempengaruhi formasi konsep kenegaraan kepada masyarakat. Majalah yang awalnya di Amerika menyebabkan pembentukan audiens di tingkat nasional.

Majalah-majalah tersebut mempublikasikan literatur Amerika dan membentuk identitas nasional rakyat Amerika. "With the Postal Act of 1879, Congress recognized the role of magazines in creating a national culture and promoting literacy - in effect, binding the nation," (Vivian, John, 1997: 58).

Selain dari itu, majalah juga dilihat sebagai saluran periklanan yang pertama di dunia. Setelah berakhirnya Perang Dunia Kedua, suasana sosial masyarakat mulai berubah dimana pengenalan satu bentuk media baru yaitu film.

Film telah menyebabkan masyarakat beralih minat dari isu-isu politik dan sosial yang beralih ke hiburan. Masyarakat dikatakan lebih suka membaca kisah-kisah artis dari Barat maupun Hindi dan Indonesia, maka majalah-majalah hiburan lebih popular dari majalah umum, politik, dan agama.

Akibatnya, penerbitan majalah terpaksa berubah dari berbentuk umum politik kepada bentuk komersil dan hiburan demi “survival” mereka. (Hamedi Mohd Adnan, 2003).

Umumnya, perubahan ini turut berlaku di Amerika dimana pada mulanya, majalah diperkenalkan untuk membincangkan soal-soal kesusasteraan dengan menerbitkan cerpen-cerpen dan puisi-puisi untuk bacaan umum. Perang Dunia Kedua telah menyebabkan majalah di Amerika terpaksa mengubah peranan dan tumpuan kepada bercorak nasionalisme dan propaganda.

Pada saat itu, majalah memiliki tanggung jawab sosial kepada negara dan rakyat. Ia memiliki satu visi nasional begitu juga dengan majalah lokal di Indonesia. Jelas menunjukkan bahwa perkembangan zaman mempengaruhi majalah untuk mengubah peran dan fokus kewartawanannya. Majalah pada waktu itu melihat diri mereka sebagai lembaga sosial untuk rakyat dan negara.

Namun, kesadaran sosial ini mulai memudar setelah Perang Dunia Kedua. Ketika dunia mulai aman dan ketegangan politik mulai reda, budaya hidup masyarakat secara keseluruhan turut berubah. Fokus dunia pada waktu itu adalah reformasi dan membangun kembali ekonomi yang parah akibat perang. Kondisi dunia yang damai sebenarnya juga telah menyebabkan media dan masyarakat mulai default. Negara antusias dalam upaya untuk mengembangkan ekonomi. Sebagai akibat, sistem ekonomi kapitalis tumbuh dengan pesat. Masyarakat semakin mengejar kebendaan (materialistic).

Sosiolog Richard Maisel melihat transisi struktur masyarakat dari masyarakat industri ke pos-industri. Efeknya adalah orientasi industri berubah ke bentuk spesialisasi dan media tidak terkecuali mengikuti arus pembangunan seperti ini.

Dari majalah yang bersifat umum, majalah yang mengkhususkan diri lebih populer dan dibuat untuk memenuhi selera masyarakat yang berbeda-beda. Ini dapat dilihat dalam majalah-majalah yang ada baik di Amerika Serikat maupun di Indonesia sendiri.

Model pembangunan berbasis sistem kapitalis telah mengubah tujuan dan peran majalah dari sebuah lembaga yang memiliki tanggung jawab sosial kepada satu industri yang berbentuk komersial dan mementingkan keuntungan. Dahulu majalah diwujudkan karena untuk memberi kesadaran agama dan nasionalisme melalui hasil-hasil sastra kini majalah terbentuk layaknya jamur tumbuh karena satu bisnis yang menguntungkan. Bila satu publikasi itu diwujudkan sebagai satu entitas bisnis maka filsafat editorialnya akan menyentuh isu-isu yang mendapat meraih dukungan pengguna.

Dalam kondisi ini, majalah mulai berkonsentrasi pada pengembangan budaya-budaya populer yang akhirnya membentuk budaya konsumerisme. Buktinya, majalah-majalah berbentuk Spesialisasi Internal semakin kurang dibandingkan dengan majalah-majalah yang berbentuk Spesialisasi Unit.

Jumlah majalah fashion, wanita, hiburan, berbentuk hobi lebih banyak dan dibuat untuk mendorong orang agar berkonsentrasi kepada minat masing-masing. Namun, dalam mendorong orang kearah minat mereka, majalah itu juga menarik mereka kepada hal-hal yang remeh.

Munculnya majalah "Playboy" pada tahun 1953 menyebabkan masyarakat terbagi menjadi dua kelompok yaitu mereka yang menjadi kritikus sosial dan pelopor budaya populer. Wujud media yang bersifat spesialisasi seperti majalah juga telah menyebabkan pembentukan pemikiran individualistik di kalangan masyarakat yang semakin luntur kesadaran sosialnya.

3. Perspektif Kritis kepada Majalah

Pembentukan masyarakat yang ada sekarang yang bersifat individualistis dan tinggi nilai konsumerismenya adalah disebabkan oleh pengaruh majalah kepada masyarakat. Fenomena ini dapat dijelaskan dari perspektif kritis yaitu melalui teori kritis ekonomi politik.

Menurut teori kritis ekonomi politik ini adalah faktor yang menjadi penentu operasi segala kegiatan di dalam masyarakat termasuk media. Majalah sebagai penyebab periklanan tidak terlepas dari kontrol ekonomi para pemain utama dalam pasar ekonomi terbuka.

Majalah dibuat dan ditentukan isinya sehingga dapat menguntungkan pemilik dan pengiklan. Dalam arti yang lain, konten media seumpama komoditas yang dijual di pasar, informasi yang disebarkan ditentukan oleh kehendak pasar.

Littlejohn (1996) mengatakan kondisi ini menyebabkan pemilik media akan memastikan daya saingnya tidak terpengaruh dengan informasi yang tidak populer dan kritis. Maka ia hanya akan mempertahankan kehendak orang yang menginginkan apa yang bersifat komersil untuk disebarkan.

Munculnya berbagai jenis majalah yang memajukan budaya populer adalah karena faktor kekuatan pasar. Selain itu, analisis atas majalah dan kaitannya dengan kehidupan budaya masyarakat dapat dilihat dari sudut pendekatan kajian budaya (cultural studies) yang juga merupakan cabang pemikiran kritis. Sarjana dari "the British Cultural Studies" bersama "Centre for Contemporary Cultural Studies" di Universitas Birmingham, begitu aktif dalam metode penganalisaan ini.

Tradisi pemikiran ini dimulai dengan argumentasi Richard Hoggart dan Raymond Williams dalam tahun 1950-an yang mempelajari kehidupan masyarakat Inggris setelah Perang Dunia Kedua. (Littlejohn, 1996).

Pendekatan ini berpendapat bahwa perubahan akan terjadi dalam dua cara :

(1) Dengan mengidentifikasi kontradiksi yang terjadi dalam masyarakat, kesepakatan yang akan menyebabkan perubahan positif

(2) Menyediakan penafsiran yang akan meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap proses pendominasian dan segala perubahan yang diinginkan.

Pendekatan ini dimulai dengan melihat bagaimana suatu budaya itu dihasilkan dalam proses produksi.

Bagi mereka budaya adalah:

(1) Pandangan umum yang digunakan oleh masyarakat dalam menangani cara hidup mereka

(2) Praktek hidup yang dianut oleh masyarakat yang menentukan cara hidup mereka secara fisikal. (Littlejohn, 1996).

Ini dimulai dengan asumsi bahwa media memiliki fungsi yang khusus dalam mempengaruhi perkembangan budaya populer melalui informasi yang disebarkan. Ini karena proses produksi informasi dapat dilihat dari sudut enkode dan dekode makna pesan oleh produsen informasi kepada penerima informasi.

Pendekatan majalah sebagai salah satu media yang lebih mudah perannya sebagai "industri budaya" atau alat produksi budaya menyajikan nilai budaya dan pandangan golongan kepada pembaca. Meskipun, tidak semua makna pesan yang disebarkan diinformasikan para pembaca namun akhirnya pembaca akan tersublimasi kepada pandangan dominan yang disebarkan melalui majalah karena lembaga sosial lainnya (sekolah, keluarga) turut menyampaikan pandangan yang sama.

Dalam kondisi dimana masyarakat lebih menerima pandangan lingkungan, maka mereka tidak akan setuju dengan nilai yang disebarkan oleh majalah. Tetapi jika kondisi sebaliknya terjadi maka masyarakat akan lebih cenderung meniru apa yang disebarkan oleh media.

Dikarenakan saat ini adalah kearah masyarakat kita sekarang berada. Apakah yang menjadi landasan hidup mereka di masa kini ? Semua ini mencerminkan tingkat budaya mereka saat ini.

Munculnya majalah-majalah yang menampilkan kehidupan modern bagi kaum muda bisa dikatakan sebagai upaya menghasilkan budaya populer dan konsumerism kepada pembaca.

Dibandingkan media yang lain, majalah dan televisi merupakan media-massa yang banyak menyebar budaya populer dan konsumerisme. Ini merupakan media pilihan para pengiklan karena ia merupakan media tampak yang mana produk lebih dapat dipasarkan melalui kedua media. Selanjutnya, di sinilah letak tumpuan masyarakat yang merupakan target pasar utama para industri.

Namun, pembentukan budaya yang ada sekarang harus dilihat dari konteks cara penghasilan itu dibuat. Dalam konteks kehidupan sekarang, penghasilan budaya yang dilakukan oleh mereka yang berwenang (pemerintah/pemilik modal/media) adalah berbasis faktor kebendaan dan ekonomi. Sebab dari itu, segala informasi tentang cara hidup dan praktek hidup kita semuanya terkait dengan gambar, style dan memiliki barang-barang tertentu yang sebenarnya membuat masyarakat konsumerisme.


BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Mungkin banyak yang tidak dapat menerima argumentasi sarjana dari aliran kritis dan menganggap bahwa masyarakat memiliki mekanismenya tersendiri dalam menangkis pengaruh konsumerisme dalam majalah .

Namun, proses pembudayaan itu tidaklah semudah yang ditafsirkan. Menurut Williams, sekalipun masyarakat dapat bersandarkan kepada faktor latar belakang, pendidikan dan lembaga sosial yang lain untuk membentuk budaya mereka, tetapi lembaga-lembaga ini juga mendukung pandangan dominant. Media hanya memperkuat saja apa yang sudah terjadi dalam masyarakat.

Namun, media seperti majalah menjadi sasaran kritik karena ia berperan sebagai menyebarkan informasi tersebut di samping mempromosikan lagi pandangan yang dominant. Tentu masyarakat tidak akan berbagi makna, maka mereka akan berkonflik dengan apa yang disampaikan argumen mereka.



Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

TEORI KOMUNIKASI MODEL SHANNON DAN WEAVER

PEMBIDANGAN HUKUM BESERTA CONTOHNYA

Contoh Makalah Disorganisasi Keluarga (Perceraian)