MAKALAH PENGARUH MEDIA MASSA TERHADAP SOSIAL BUDAYA



BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang Masalah

Media massa atau Pers adalah suatu istilah yang mulai digunakan pada tahun 1920-an untuk mengistilahkan jenis media yang secara khusus didesain untuk mencapai masyarakat yang sangat luas. Dalam pembicaraan sehari-hari, istilah ini sering disingkat menjadi media.

Media massa seiring berkembangnya zaman kini telah menyentuh ke seluruh lapisan yang ada di masyarakat semua menerima informasi dari media massa dengan berbagai bentuk yang ada, dengan kemudahan orang-orang mendapatkan informasi dari mendia massa perkembangan terbaru dari luar bisa terus diikut baik dari induvidu ataupun masyarakat itu sendiri.

Tetapi kendala tidak luput dari media massa itu sendiri terdapat efek-efek yang tidak dinginkan dari media massa yang sekrang yang bisa dijangaku oleh semua kalangan, filterisasi yang kurang dapat mengakibatkan terpengaruhnya karakteristik induvidu maupun masyarakat dari penerimaan infomasi yang bebas yang didapat dari media massa itu sendiri.

Beberbagai elemen yang turut serta dalam penggunaan media massa untuk mendapatkan informasi haruslah lebih bijak memilih untuk mengkonsumsi informasi yang diperoleh media massa, menjadi induvidu atau juga masyarakat yang kritis adalah salah satu upaya untuk bisa lebih bijak dalam mengkonsumsi informasi yang diperoleh dari media massa

Rumusan Masalah

Untuk mengkaji dan mengulas tentang peran nedia massa dalam pembentukan karakter induvidu dan masyarakat. maka diperlukan subpokok bahasan yang saling berhubungan, sehingga penyusun membuat rumusan masalah sebagai berikut

· Apa pengertian peran ?

· Apa pengertian media massa ?

· Apa pengertian karakter

· Apa hubungan peran media massa dalam pembentukan karakter individu dan masyarakat ?

Tujuan dan Manfaat Penulisan

Adapun tujuan-tujuan yang dapat tim penulis utarakan dalam penyusunan makalah ini adalah:

· Dapat mengetahui pengertian mengenai apa itu peran.

· Dapat mengetahui pengertian mengenai apa itu media massa.

· Dapat mengetahui pengertian mengenai apa itu karakter.

· Dapat mengetahui adakah peran media massa dalam pembentukan karakter indvidu dan masayarakat


BAB II

PEMBAHASAN

Pengertian Peran

Peran adalah suatu konsep fungsional yang menjelaskan fungsi (tugas) seseorang dan dibuat atas dasar tugas-tugas yang nyata dilakukan seseorang. Peran adalah tingkah laku yang diharapkan dari seseorang yang memegang status tertentu.

Peran sosial adalah peran yang dimainkan seseorang dalam lingkungan sosialnya. Peran ini adalah merupakan tuntutan dari masyarakat terhadap individu untuk memberikan sumbangan sosial dari anggotanya dalam rangka menjaga keutuhan sosial dan meningkatkan kebaikan dalam masyarakat tersebut. Peran sosial bisa berupa aktivitas individu dalam masyarakat dengan cara mengambil bagian dalam kegiatan yang ada di masyarakat dalam berbagai sektor, baik social, politik, ekonomi, keagamaan, dan lain-lain. Pengambilan peran ini tergantung pada tuntutan masyarakat dan atau pada kemampuan individu bersangkutan serta kepekaan dalam melihat keadaan masyarakat

Dalam hubungan timbal balik tersebut status dan peran individu mempunyai peranan yang penting karena kelanggengan masyarakat tergantung pada keseimbangan kepentingan-kepentingan individu yang bersangkutan. Secara empiris, perbedaan status mempengaruhi cara bersikap seseorang dalam berinteraksi sosial. Orang yang menduduki status tinggi mempunyai sikap yang berbeda dengan orang yang statusnya rendah. Status seseorang menentukan perannya dan peran seseorang menentukan apa yang diperbuat (perilaku)

Peranan (role) merupakan aspek dinamis dari kedudukan (status). Jika seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, ia telah menjalankan suatu peranan. Persamaan antara kedudukan dan peranan adalah untuk kepentingan ilmu pengetahuan. Tidak ada peranan tanpa kedudukan,dan tidak ada kedudukan tanpa peranan. Pentingnya peranan adalah karena ia mengatur perilaku seseorang. Orang yang bersangkutan akan dapat menyesuaikan perilaku sendiri dengan perilaku orang-orang sekelompoknya. Hubungan-hubungan social yang ada dalam masyarakat merupakan hubungan antara peranan-peranan individu dalam masyarakat. Peranan juga diatur oleh norma-norma yang berlaku dalam masyarakat. Peranan yang melekat pada diri seseorang harus dibedakan dengan posisi dalam pergaulan kemasyarakatan. Posisi seseorang dalam masyarakat merupakan unsur statis yang menunjukan tempat individu dalam organisasi masyarakat Peranan lebih banyak menunjuk pada fungsi, penyesuaian diri dan sebagai suatu proses. Jadi seseorang menduduki suatu posisi dalam masyarakat serta menjalankan suatu peranan. Peranan mencakup tiga hal yaitu sebagai berikut:

a. Peranan meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat. Peranan dalam arti ini merupakan rangkaian peraturan-peraturan yang membingbing seseorang dalam kehidupan kemasyarakatan.

b. Peranan adalah suatu konsep tentang apa yang dilakukan oleh individu dalam masyarakat sebagai organisasi.

c. Peranan juga dapat dikatakan sebagai perilaku individu yang penting bagi struktur sosial masyarakat.

Pengertian Media Massa

Media Massa singkatan dari Media Komunikasi Massa (Mass Communication Media), yaitu sarana, channel, atau media untuk berkomunikasi kepada publik.Istilah Media Massa sering disingkat “Media” saja, tanpa “Massa”. Media Massa merupakan suatu sumber informasi, hiburan, dan sarana promosi (iklan). Menurut Leksikon Komunikasi, media massa adalah “sarana penyampai pesan yang berhubungan langsung dengan masyarakat luas misalnya radio, televisi, dan surat kabar”.

Menurut Cangara, media adalah alat atau sarana yang digunakan untuk menyampaikan pesan dari komunikator kepada khalayak, sedangkan pengertian media massa sendiri alat yang digunakan dalam penyampaian pesan dari sumber kepada khalayak dengan menggunakan alat-alat komunikasi seperti surat kabar, film, radio dan televisi.

Media adalah bentuk jamak dari medium yang berarti tengah atau perantara. Massa berasal dari bahasa Inggris yaitu mass yang berarti kelompok atau kumpulan. Dengan demikian, pengertian media massa adalah perantara atau alat-alat yang digunakan oleh massa dalam hubungannya satu sama lain (Soehadi, 1978:38).

Media Massa adalah sarana komunikasi massa dimana proses penyampaian pesan, gagasan, atau informasi kepada orang banyak (publik) secara serentak.

Media massa merupakan salah satu alat dalam proses komunikasi massa, karena media massa mampu menjangkau khalayak yang lebih luas dan relatif lebih banyak, heterogen, anonim, pesannya bersifat abstrak dan terpencar. dalam kajian komunikasi massa sering dipahami sebagai perangkat-perangkat yang diorganisir untuk berkomunikasi secara terbuka dan pada situasi yang berjarak kepada khalayak luas dalam waktu yang relatif singkat (McQuail, 2000:17).

Media massa adalah media komunikasi dan informasi yang melakukan penyebaran informasi secara massa dan dapat diakses oleh masyarakat secara massal (Bungin, 2006:7).

Media massa pada awalnya dikenal dengan istilah pers yang berasal dari bahasa Belanda, yang dalam bahasa Inggris berarti press. Secara harafiah pers berarti cetak, dan secara maknawiah berarti penyiaran secara tercetak atau publikasi secara tercetak (print publications). Dalam perkembangannya pers mempunyai dua pengertian, yakni pers dalam pengertian sempit dan pers dalam pengertian luas. Pers dalam arti luas adalah meliputi segala penerbitan, termasuk media massa elektronika, radio siaran dan televisi siaran, sedangkan pers dalam arti sempit hanya terbatas pada media massa cetak, yakni surat kabar, majalah dan bulletin kantor berita (Onong 2002:145).

Peran Media Massa Media merupakan sarana bagi komunikasi dalam menyiarkan informasi, gagasan dan sikap kepada komunikan yang beragam dalam jumlah yang banyak. Hal ini menunjukan media massa merupakan sebuah institusi yang penting bagi masyarakat. Asumsi ini didukung oleh McQuail dengan mengemukakan pemikirannya tentang media massa :

1. Media merupakan indrustri yang berubah dan berkembang yang menciptakan lapangan kerja, barang dan jasa, serta menghidupkan indrustri lain yang terkait, media juga merupakan indrustri tersendiri yang memiliki peraturan dan norma-norma yang menghubungkan institusi tersebut dengan masyarakat dan institusi sosial lainnya, di lain pihak,institusi diatur olah masyarakat.

2. Media massa merupakan sumber kekuatan alat kontrol, manajemen, dan inovasi dalam masyarakat yang dapat di dayagunakan sebagai pengganti kekuatan atau sumber daya lainnya.

3. Media merupakan lokasi atau forum yang semakin berperan, untuk menampilkan pristiwa-pristiwa kehidupan masyarakat, baik bertaraf nasional maupun internasional.

4. Media sering sekali sebagai wahana pengembangan kebudayaan, bukan saja dalam pengertian pengembangan bentuk seni dan simbol, tetapi juga dalm pengertian pengembangan tata cara, mode, gaya hidup dan norma-norma.

5. Media telah menjadi sumber dominan bukan saja bagi individu untuk memperoleh gambaran dan citra realitas sosial, tetapi juga bagi masyarakat dan kelompok secara kolektif, media menyuguhkan nilai-nilai dan penilaian normatif yang dileburkan dengan berita dan hiburan.

Karakteristik Media Massa

Sebuah media bisa disebut media massa jika memiliki karakteristik tertentu. Karakteristik Media massa menurut Cangara (2006) antara lain:

· Bersifat melembaga, artinya pihak yang mengelola media terdiri dari banyak orang, yakni mulai dari pengumpulan,pengelolaan sampai pada penyajian informasi.

· Bersifat satu arah, artinya komunikasi yang dilakukan kurang memungkinkan terjadinya dialog antara pengirim dan penerima. Kalau pun terjadi reaksi atau umpan balik, biasanya memerlukan waktu dan tertunda.

· Meluas dan serempak, artinya dapat mengatasi rintangan waktu dan jarak, karena ia memiliki kecepatan. Bergerak secara luas dan simultan, dimana informasi yang disampaikan diterima oleh banyak orang dalam waktu yang sama.

· Memakai peralatan teknis atau mekanis, seperti radio, televisi, surat kabar, dan semacamnya.

· Bersifat terbuka, artinya pesannya dapat diterima oleh siapa saja dan dimana saja tanpa mengenal batas usia, jenis kelamin, dan suku bangsa

Menurut Djafar H. Assegaf (1991), media massa memiliki lima ciri:

1. Komunikasi yang terjadi dalam media massa bersifat searah di mana komunikan tidak dapat memberikan tanggapan secara langsung kepada komunikatornya yang biasa disebut dengan tanggapan yang tertunda (delay feedback).

2. Media massa menyajikan rangkaian atau aneka pilihan materi yang luas, bervariasi. Ini menunjukka bahwa pesan yang ada dalam media massa berisi rangkaian dan aneka pilihan materi yang luas bagi khalayak atau para komunikannya.

3. Media massa dapat menjangkau sejumlah besar khalayak. Komunikan dalam media massa berjumlah besar dan menyebar di mana-mana, serta tidak pernah bertemu dan berhubungan secara personal.

4. Media massa menyajikan materi yang dapat mencapai tingkat intelek rata-rata. Pesan yang disajikan dengan bahasa yang umum sehingga dapat dipahami oleh seluruh lapisan intelektual baik komunikan dari kalangan bawah sampai kalangan atas.

5. Media massa diselenggrakan oleh lembaga masyarakat atau organisasi yang terstruktur. Penyelenggara atau pengelola media massa adalah lembaga masyarakat/organisasi.

Pengertian Karakter

Istilah karakter secara harfiah berasal dari bahasa Latin “charakter”, yang antara lain berarti: watak, tabiat, sifat-sifat kejiwaan, budi pekerti, kepribadian atau akhlak. Karakter adalah sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang menjadi ciri khas seseorang atau sekelompok orang.

Suyanto (2009) mendefinisikan karakter sebagai cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan bekerja sama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa, maupun negara.

Definisi lainnya dikemukakan oleh Kertajaya (2010), karakter adalah ciri khas yang dimiliki oleh suatu benda atau individu. Ciri khas tersebut adalah asli dan mengakar pada kepribadian benda atau individu tersebut, serta merupakan “mesin” yang mendorong bagaimana seorang bertindak, bersikap, berucap, dan merespon sesuatu.

Karakter juga diibaratkan seperti sebuah ukiran, sebuah ukiran yang melekat kuat pada benda yang diukir dan tidak mudah termakan waktu. Sebuah pola, baik itu fikiran, sikap, maupun tindakan yang melekat kuat pada seseorang dan sulit untuk dihilangkan disebut karakter.

Peran Media Massa Dalam Pembentukan Karakter Individu dan Masyarakat

Media massa merupakan salah satu sarana untuk pengembangan kebudayaan, bukan hanya budaya dalam pengertian seni dan simbol tetapi juga dalam pengertian pengembangan tata-cara, mode, gaya hidup dan norma-norma (Dennis McQuil, 1987:1).

Media massa sangat berperan dalam perkembangan atau bahkan perubahan pola tingkah laku dari suatu masyarakat, oleh karena itu kedudukan media massa dalam masyarakat sangatlah penting. Dengan adanya media massa, masyarakat yang tadinya dapat dikatakan tidak beradab dapat menjadi masyarakat yang beradab. Hal itu disebabkan, oleh karena media massa mempunyai jaringan yang luas dan bersifat massal sehingga masyarakat yang membaca tidak hanya orang-perorang tapi sudah mencakup jumlah puluhan, ratusan, bahkan ribuan pembaca, sehingga pengaruh media massa akan sangat terlihat di permukaan masyarakat.

Media massa dipandang punya kedudukan strategis dalam masyarakat. Ashadi Siregar (2004) memetakan tiga fungsi instrumental media massa, yaitu untuk memenuhi fungsi pragmatis bagi kepentingan pemilik media massa sendiri, bagi kekuatan-kekuatan ekonomi dan politik dari pihak di luar media massa, atau untuk kepentingan warga masyarakat. Secara konseptual, keberadaan media massa dan masyarakat perlu dilihat secara bertimbal balik.

Untuk itu ada 2 pandangan yaitu apakah media massa membentuk (moulder) atau mempengaruhi masyarakat, ataukah sebaliknya sebagai cermin (mirror) atau dipengaruhi oleh realitas masyarakat. Dua landasan ini menjadi titik tolak dari bangunan epistemogis dalam kajian media massa, yang mencakup ranah pengetahuan mengenai hubungan antara masyarakat nyata (real) dengan media, antara media dengan masyarakat cyber, dan antara masyarakat real dengan masyarakat cyber secara bertimbal-balik.

Pandangan pertama, bahwa media membentuk masyarakat bertolak dari landasan bersifat pragmatis sosial dengan teori stimulus–respons dalam behaviorisme. Teori media dalam landasan positivisme ini pun tidak bersifat mutlak, konsep mengenai pengaruh media massa terdiri atas 3 varian, pertama: menimbulkan peniruan langsung (copy-cut), kedua: menyebabkan ketumpulan terhadap norma (desensitisation), dan ketiga: terbebas dari tekanan psikis (catharsis) bagi khalayak media massa. Pandangan kedua menempatkan media sebagai teks yang merepresentasikan makna, baik makna yang berasal dari realitas empiris maupun yang diciptakan oleh media.

Dengan demikian realitas media dipandang sebagai bentukan makna yang berasal dari masyarakat, baik karena bersifat imperatif dari faktor-faktor yang berasal dari masyarakat, maupun berasal dari orientasi kultural pelaku media. Dari sini media dilihat pada satu sisi sebagai instrumen dari kekuasaan (ekonomi dan/atau politik) dengan memproduksi kultur dominan untuk pengendalian (dominasi dan hegemoni) masyarakat, dan pada sisi lain dilihat sebagai institusi yang memiliki otonomi dan independensi dalam memproduksi budaya dalam masyarakat.

Secara teoretis, media massa memegang peranan penting sebagai katalisator dalam masyarakat (Lasswell, 1934), bahkan teoretisi Marxis melihat media massa sebagai piranti yang sangat kuat (a powerfull tool). Namun seiring dengan semakin beragamnya media dan semakin berkembangnya masyarakat, kebenaran teori-teori tersebut menjadi diragukan. Beberapa studi tentang media massa di Indonesia menunjukkan hasil yang sangat beragam.

Dikaitkan dengan pembangunan nasional, pemetaan dampak media massa yang cukup memadai dikemukakan oleh John T. McNelly (Zulkifli, 1996) yang dikenal dengan McNelly’s Four Position, yaitu:

(1) Sudut pandang nol (null position) yang menyatakan bahwa media massa memiliki sedikit peranan atau bahkan tidak memiliki peranan sama sekali dalam pembangunan nasional;

(2) Sudut pandang antusias yang melihat media massa memiliki peran yang besar terhadap pembangunan suatu negara;

(3) Cautions position yang menganggap media massa memiliki peranan dalam pembangunan negara namun bukan sebagai elemen utama dalam menentukan ada tidaknya perubahan;

(4) Sudut pandang pragmatik yang melihat bahwa berperan atau tidaknya media massa terhadap pembangunan negara haruslah ditempatkan secara kontekstual.

Berdasarkan peta di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam skala minimal sekalipun media massa memiliki peran. Model efek terbatas (limited effect model) yang dianggap paling minimal dan pesimis dalam melihat efek media massa menyatakan bahwa sekecil apapun media massa tetap memberikan efek.

Apalagi jika dikaitkan dengan kenyataan dan kondisi sosial dan budaya masyarakat Indonesia yang masih terbatas pendidikannya dan masih kuat budaya paternalistiknya. Kenyataan ini diperkuat dengan adanya realitas sosial politik di Indonesia, di mana peran lembaga otoritatif (trias politica), seperti eksekutif, legislatif, dan yudikatif belum melakukan perannya secara sempurna sehingga media massa sebagai the fourth estate akan mendapat tempat tersendiri.

Dengan demikian, di era global ini nampaknya keberadaan media massa dalam masyarakat merupakan suatu kebutuhan yang bertimbal balik, masyarakat membutuhkan media massa untuk memenuhi kebutuhannya dan media massa sebagai entitas bisnis juga membutuhkan masyarakat yang menjadi konsumennya untuk menjaga eksistensinya.

Sejalan dengan perubahan-perubahan politik besar yang terjadi sejak 1999, dan berjalannya konsolidasi demokrasi, maka media massa nasionalpun mengalami perubahan-perubahan besar. Mulai disadari benarnya filosofi dasar bahwa tanpa adanya media massa yang independen dan bebas campur tangan negara, maka tidak ada demokrasi. Oleh karena itulah, UU Pers No. 40 Tahun 1999 dan UU Penyiaran No. 32 Tahun 2002 kemudian ditetapkan untuk menjamin kebebasan dan independensi media massa.

Walaupun masih banyak tanda tanya apakah kedua undang-undang ini sudah cukup mampu menjamin pers sebagai kekuatan keempat (fourth estate) dari demokrasi. Media massa yang terjamin kebebasan dan independensinya pada gilirannya menguntungkan semuanya, baik negara maupun masyarakat. Walaupun seringkali dianggap merugikan kepentingan-kepentingan politik tertentu (vested interest), namun demikian precision journalism (berdasarkan investigative reporting), justru dapat menjadi semacam early warning system terhadap ancaman-ancaman laten terhadap negara dan masyarakat, termasuk praktek-praktek yang merongrong kekayaan rakyat seperti korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN).

Selanjutnya, sebagai proses kinerja pemaknaan sosial, budaya tidak berlangsung dalam ruang kosong. Artinya, apa yang disebut budaya berlangsung dalam kategori-kategori ruang waktu tertentu, memiliki perjalanan sejarah (historiositas), bukan proses yang hanya berlingkup individual, dan proses yang melibatkan kelompok. Kelompok itu bisa berupa etnik, ras, agama, bangsa dan kelompok usia.

Menurut Jan Romein, watak berkembang berdasarkan pengalaman (common fate) dalam sejarah bangsa. Hal yang sama juga diucapkan oleh Ernets Cassirer (1946), bahwa bangsa tidak dapat dilepaskan dari pengalaman kehidupan masyarakat bangsanya. Aktivitas masyarakat bangsa dalam perkembangan sejarahnya banyak berhubungan dengan pertumbuhan negara bangsa (nation state). Clifford Gertz (1993) mengakui betapa sulitnya memahami manusia Indonesia yang super majemuk yang menghuni beribu pulau. Kesulitannya adalah bagaimana memahami manusia Indonesia lewat pemetaan panorama perjalanan sejarah yang penuh konflik, sejak zaman kerajaan sampai era krisis yang berkepanjangan. J de Finance (1991) menyatakan bahwa etika dan moralitas berkaitan dengan watak. Watak seseorang membuat orang itu berkepribadian, dan watak bangsa membentuk kepribadian bangsa. Untuk itu diperlukan semacam solusi untuk menanamkan dan memekarkan segala sesuatu yang bernilai positif bagi perkembangan watak dan kepribadian bangsa.

Aspek-aspek positif itu harus diagendakan dalam rangka menciptakan sebuah masyarakat masa depan Indonesia baru, masyarakat multikultur. Watak masyarakat (social character) merupakan satu elemen dari suatu watak bangsa atau kepribadian bangsa.

Ahli komunikasi massa Harold D Lasswell dan Charles Wright (1954) dalam Akmadsyah Naina dkk (2008: 461-462), menyatakan terdapat empat fungsi sosial media massa, yaitu:

Pertama, sebagai social surveilance. Pada fungsi ini, media massa termasuk media televisi, akan senantiasa merujuk pada upaya penyebaran informasi dan interpretasi seobjektif mungkin mengenai peristiwa yang terjadi, dengan maksud agar dapat dilakukan kontrol sosial sehingga tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan dalam lingkungan masyarakat bersangkutan.

Kedua, sebagai social correlation. Dengan fungsi korelasi sosial tersebut, akan terjadi upaya penyebaran informasi yang dapat menghubungkan satu kelompok sosial dengan kelompok sosial lainnya. Begitupun antara pandangan – pandangan yang berbeda, agar tercapai konsensus sosial.

Ketiga, fungsi socialization. Pada fungsi ini, media massa selalu merujuk pada upaya pewarisan nilai-nilai luhur dari satu generasi ke generasi selanjutnya, atau dari satu kelompok ke kelompok lainnya.

Keempat, fungsi entertainment. Agar tidak membosankan, sudah tentu media massa perlu juga menyajikan hiburan kepada khalayaknya. Hanya saja, fungsi hiburan ini sudah terlalu dominan mewarnai siaran televisi kita, sehingga ketiga fungsi lainnya, seolah telah terlupakan. Untuk itu, fungsi hiburan haruslah ditata agar seimbang dengan 3 (tiga) fungsi lainnya.

Sejatinya, keempat fungsi media massa tersebut bersinergi dan sinkron dalam rangka menyajikan tontonan yang sehat. Sebab, hanya dengan tontonan yang sehat sajalah yang nantinya dapat melahirkan generasi yang sehat. Generasi yang memiliki karakter bangsa. Dalam hal inilah, kesadaran masyarakat dunia pada umumnya dan Indonesia secara khusus perlu bertekad dan berkomitmen untuk mengupayakan agar ke depan jangan lagi mau membiarkan diri dan keluarganya didikte oleh siaran televisi yang tidak mendidik dan bahkan merusak pembangunan karakter bangsa bagi masyarakat (warga negara) dalam pembangunan bangsa ke depan.

Dari penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa: Peran media massa dalam mentransformasikan nilai-nilai kebangsaan merupakan suatu yang sudah seharusnya dan media kita sesungguhnya sudah dan terus melakukannya. Persoalan yang ada, media cukup kesulitan mengangkat nilai-nilai kebangsaan dalam bentuk nyata karena tidak atau belum menemukan nara sumber, tokoh atau fakta-fakta yang dapat atau benar-benar layak menjadi ikon, panutan dalam mentransformasikan nilai-nilai kebangsaan yang relevan dengan kondisi kehidupan saat ini.

Peran media massa dalam pembangunan karakter bangsa, haruslah berlandas pada perspektif budaya Indonesia yang meletakkan landasannya dalam kerangka negara kesatuan, dengan keanekaragaman budaya yang memiliki nilai-nilai luhur, kebijaksanaan dan pengetahuan lokal yangarif dan bijaksana (local wisdom and local knowledge). Media televisi di Indonesia harus mampu menggali dan menjadikannya sebagai norma acuan atau tolok ukur di dalam melakukan penyiarannya. Mengingat kedudukan media massa dalam perkembangan masyarakat sangatlah penting, maka industri media massa pun berkembang pesat saat ini. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya stasiun televisi, stasiun radio, perusahaan media cetak, baik itu surat kabar, majalah, dan media cetak lainnya. Para pengusaha merasa diuntungkan dengan mendirikan perusahaan yang bergerak di bidang media massa seperti itu. Hal itu disebabkan karena mengelola perusahaan dengan jenis spesifikasi mengelola media massa adalah usaha yang akan selalu digemari masyarakat sepanjang masa, karena sampai kapanpun manusia akan selalu haus akan informasi.

Tugas dan fungsi pers adalah mewujudkan keinginan kebutuhan informasi melalui medianya baik melalui media cetak maupun media elektronik seperti, radio, televisi, internet. Fungsi informatif yaitu memberikan informasi, atau berita, kepada khalayak ramai dengan cara yang teratur. Pers akan memberitakan kejadian-kejadian pada hari tertentu, memberitakan pertemuan-pertemuan yang diadakan, atau pers mungkin juga memperingatkan orang banyak tentang peristiwa-peristiwa yang diduga akan terjadi (Budyatna, 2006: 27).

Lebih jauh tentang pengaruh media sebagai berikut: Media menjangkau lebih banyak orang dibandingkan daripada institusi-institusi lainnya. Dan lebih parah lagi, media massa sudah sejak dahulu telah“mengambil alih” peranan sekolah, orang tua, agama dan lain-lain. Institusi media sendiri sebenarnya tidaklah memiliki kekuasaan, akan tetapi insitusi ini selalu berkaitan dengan kekuasaan negara. Lebih lanjut dia mengatakan tentang ciri utama dari komunikasi massa. Komunikasi massa memiliki ciri yang khas, yaitu: Bahwa hubungan antara pengirim dan penerima bersifat satu arah dan jarang sekali, bukan berarti tidak ada, yang bersifat interaktif. Kalaupun ada, maka itu terselenggara dengan tidak seimbang antara pengirim dan penerima. Pengirim biasanya akan sangat dominan karena berperan sebagai penyelenggara. Yang lebih parah lagi adalah bahwa hubungan tersebut juga bersifat im-personal, bahkan mungkin sekali akan sering bersifat non moral, dalam pengertian bahwa sang pengirim biasanya tidak bertanggung jawab atas konsekuensi yang terjadi pada para individu, dalam hal ini pihak penerima.

Sejalan dengan McQuail, Littlejohn,Stephen W & Foss, Karen A. (2005), mengatakan bahwa efek tayangan yang disiarkan ditelevisi akan mempengaruhi persepsi penontonnya. Salah satunya adalah efek tayangan yang memuat kekerasan akan dapat menimbulkan efek-efek sebagai berikut:

1. Catharsis: tayangan kekerasan di media massa dapat digunakan sebagai mekanisme katarsis bagi penonton untuk melampiaskan fantasinya tentang kekerasan sehingga dapat mengurangi perilaku kekerasan yang ada

2. Social learning: tayangan kekerasan dapat dijadikan sebagai model belajar bagi penonton.

3. Priming: ketika tayangan kekerasan berlangsung terus menerus dan ditonjolkan , dapat memberikan dampak jangka panjang pada penonton.

4. Arousal: membangkitkan perilaku kekerasan dalam diri penonton

5. Desensitization: menjadikan penonton tidak lagi sensitif atau peka terhadap perilaku kekerasan, lama-lama dianggap sebagai hal yang biasa.

6. Fear: menimbulkan dampak ketakutan.

Media televisi sesungguhnya memiliki kelebihan dalam membantu tugas guru dan orangtua dalam menanamkan pendidikan karakter terhadap anak secara berkesinambungan. Hal ini karena televisi dengan menyajikan pesan audiovisual dan gerak, serta dapat mendramatisir dan memanipulasi pesan sesuai tujuan yang dikehendaki. Materi televisi akan berpengaruh positif terhadap pembentukan karakter anak jika ia didesain melalui contoh-contoh konkret dalam kehidupan masyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Mencermati akan hal ini lebih mendalam, kiranya sudah sewajarnyalah, kita perlu menghimbau kepada mereka yang bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan pemberitaan dan siaran di media massa di tanah air tercinta ini. Sisihkanlah barang sedikit keuntungan yang diperoleh untuk juga berpartisipasi dalam upaya pemerintah, membangun bangsa ini. Membangun karakter bangsa, terutama sekali membangun karakter para generasi muda bangsa, yang akan menghadapi lebih banyak lagi tantangan yang akan dihadapinya dimasa mendatang.Tantangan yang banyak berkait dengan kemajuan teknologi dan arus globalisasi yang tidak akan mungkin dapat dibendung tanpa ketahanan diri dan ketahanan bangsa yang berlandaskan pada karakter dan kepribadian yang kuat. Salah satunya adalah menghadapi pengaruh media massa yang memiliki kekuatan yang sangat dahsyat dalam pembentukan jiwa anak bangsa.

Media massa perlu berfungsi sebagai instrumen pendidikan yang memiliki cultural of power dalam membangun masyarakat yang berkarakter karena efek media massa sangat kuat. Prinsip-prinsip dalam pendidikan karakter perlu diinternalisasikan dalam program-program yang ditayangkan oleh media massa, sebagai bentuk tanggung jawab bersama dalam mengatasi krisis karakter bangsa. Pengelola media massa perlu untuk mengembangkan dirinya sebagai “agen perubahan” yang memiliki jiwa yang berkarakter, sehingga seni dan karya yang dihasilkan dan ditayangkan akan sarat dengan nilai-nilai kebajikan, nilai-nilai kemanusiaan, nilai-nilai humanis-religius, dan dijauhkan dari tayangan yang merusak moral bangsa, dan “virus-virus” yang melemahkan etos dan budaya kerja. Media massa perlu menempatkan dirinya sebagai pendidik yang secara stimulan ikut memberi pengaruh terhadap proses pembentukan karakter anak-anak dan remaja. Apalagi pada era globalisasi sekarang ini, guru dan sekolah menghadapi tantangan pola pergaulan global peserta didik yang tidak dapat dikendalikan (Zubaedi, 2011: 177).

Strategi Optimalisasi Media Massa dalam Membangun dan Membentuk Karakter

Media massa mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam membangun masyarakat yang memiliki karakter karena perannya yang sangat potensial untuk mengangkat opini publik sekaligus sebagai wadah berdialog antar lapisan masyarakat. Terkait dengan isu keragaman budaya (multikulturalisme), peran media massa seperti pisau bermata dua, berperan positif sekaligus juga berperan negatif. Peran positif media massa berupa:

· Kontribusi dalam menyebarluaskan dan memperkuat kesepahaman antarwarga;

· Pemahaman terhadap adanya kemajemukan sehingga melahirkan penghargaan terhadap budaya lain;

· Sebagai ajang publik dalam mengaktualisasikan aspirasi yang beragam;

· Sebagai alat kontrol publik masyarakat dalam mengendalikan seseorang, kelompok, golongan, atau lembaga dari perbutan sewenang-wenang,

· Meningkatkan kesadaran terhadap persoalan sosial, politik, dan lain-lain di lingkungannya.

Peran negatif media massa dapat berujud sebagai berikut:

· Media memiliki dan kekuatan “penghakiman” sehingga penyampaian yang stereotype, bias, dan cenderung imaging yang tidak sepenuhnya menggambarkan realitas bisa nampak seperti kebenaran yang terbantahkan.

· Media memiliki kekuatan untuk menganggap biasa suatu tindakan kekerasan. Program-program yang menampilkan kekerasan yang berbasiskan etnis, bahasa dan budaya dapat mendorong dan memperkuat kebencian etnis dan perilaku rasis.

· Media memiliki kekuatan untuk memprovokasi berkembangnya perasaan kebencian melalui penyebutan pelaku atau korban berdasarkan etnis atau kelompok budaya tertentu.

· Pemberitaan yang mereduksi fakta sehingga menghasilkan kenyataan semu (false reality), yang dapat berakibat menguntungkan kepentingan tertentu dan sekaligus merugikan kepentingan pihak lain.

Selanjutnya, tidak dapat dipungkiri bahwa media massa memiliki hubungan timbal balik yang saling mempengaruhi dengan masyarakatnya. Organisasi media massa yang relatif lebih modern dan mapan membuat posisi tawar media massa menjadi lebih dominan dalam mempengaruhi khalayak dibandingkan dengan sebaliknya. Sehubungan dengan hal tersebut, ada beberapa catatan yang dapat dijadikan rekomendasi untuk mengoptimalkan peran media massa dalam membentuk masyarakat yang berkarakter, yaitu melalui pengembangan paradigma civic journalism, atau public journalism, sebagaimana ditawarkan ahli komunikasi Jay Rosen (1998) atau di Indonesia mengemuka konsep jurnalisme makna. Inti paradigma baru pemberitaan media massa adalah selalu mengedepankan kepentingan bersama dalam setiap liputannya, tanpa mengabaikan objektivitas pemberitaan itu sendiri.

Berbagai cara yang bisa ditempuh:

a. Orientasi pemberitaan media massa lebih ditujukan ke signifikansi peristiwa dibanding popularitas tokohnya;

b. Media massa harus menggeser pola berita dari sensasionalitas drama ke utilitas (kemanfaatan) informasi;

c. Media massa tidak boleh terpukau oleh “peristiwa”, tetapi harus memberi perhatian kepada “kejadian”;

d. Media massa harus mampu memperkuat visi sosialnya dengan memfasilitasi publik. Untuk kepentingan ini, media massa dituntut memberi akses kontrol intern, dengan melibatkan perlunya pengawasan publik media terhadap yang disajikan;

e. Mendorong pandangan kritis terhadap media massa, yang memacu gerakan pemantauan media (media watch) di tengah masyarakat.

Selanjutnya, ditilik dari aspek substansi pesan (content), media massa diharapkan dapat berpartisipasi dalam membangun masyarakat yang berkarakter dengan cara sebagai berikut: Pertama, memperkenalkan dan menanamkan nilai-nilai egaliterisme, toleransi dalam pluralisme kepada masyarakat. Mudahnya orang atau kelompok melakukan tindak kekerasan terhadap orang atau kelompok lain, sesungguhnya diawali ketidaksabaran dalam menerima perbedaan-perbedaan pandangan ataupun pendapat sosial politik. Demikian pula dengan masih kuatnya sikap-sikap diskriminatif dan rasialisme dalam masyarakat kita.

Hal ini antara lain tidak dapat dilepaskan dari paradigma kehidupan sosial politik masa sebelum reformasi yang sering dianggap mencurigai perbedaan pendapat dalam masyarakat. Media massa dapat berperan dalam memberikan pemahaman terhadap pentingnya membangun proses kompromi dalam kehidupan masyarakat. Setiap sengketa dan perselisihan antara kelompok masyarakat dan negara, maupun antar kelompok-kelompok di dalam masyarakat diharapkan dapat diselesaikan di dalam kerangka proses hukum ataupun mediasi yang bersifat non-kekerasan. Kedua, adanya keperluan menanamkan nilai-nilai solidaritas sosial dalam masyarakat. Perlu ditanamkan bahwa demokrasi bukan hanya soal kebebasan dan persamaan, melainkan juga solidaritas sosial.

Demikian yang tercakup dalam semboyan awal demokrasi modern pasca revolusi Perancis (liberte, egalite, freternite). Kepedulian pada masyarakat miskin dan tersisihkan, misalnya merupakan satu bentuk solidaritas sosial yang mendukung demokrasi, karena ikut memberdayakan kekuatan masyarakat sipil. Media massa yang ideal sebaiknya tidak hanya menyediakan halaman ataupun program acara yang hanya berpusat pada aktualitas ataupun menyajikan realitas keseharian, apalagi hanya disajikan dengan kurang memperhatikan nilai-nilai estetika melalui pendekatan yang tidak jarang cenderung dilebih-lebihkan. Ketiga, kemampuan “mengajak tanpa menghakimi” sehingga masyarakat semakin dewasa dan arif dalam menghadapi kemajemukan dalam masyarakat.

Dampak positif pada Media Masaa :

· Kecepatan dan keakuratan dalam menyajikan berita, melebihi media massa lainnya seperti surat kabar dan radio.

· Mampu menyuguhkan beragam tayangan hiburan, yang dapat menghilangkan stress karena banyaknya masalah kehidupan.

· Menambah wawasan baik luar maupun dalam negeri

· Menambah pengetahuan (ilmu komputer khususnya)

· Efisiensi waktu untuk bekerja

· Membantu dalam banyak hal

· Lahan info baik pendidikan, kebudayaan, dll

· Pertukaran info maupun data

· Membantu mencari tugas

· Efisiensi mencari data, daripada harus observasi.

Dampak negative pada Media Massa :

· Kecanduan (bagi yang maniak game)

· Boros (internet ga murah)

· Merusak otak (porno site)

· Merusak mata (kan ngeliat komputer terus)

· Lupa waktu

· Carding

· Perjudian

· Dapat merusak mental sekaligus pola pikir anak-anak tanpa pandang bulu.

· Mengajarkan budaya komersil atau konsumerisme dalam diri anak-anak.

· Memberi dampak yang negatif untuk kesehatan badan.

· Menayangkan keimanan semu

· Televisi juga menghadirkan dunia yang aneh


BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Peran adalah suatu konsep fungsional yang menjelaskan fungsi (tugas) seseorang dan dibuat atas dasar tugas-tugas yang nyata dilakukan seseorang. Peran adalah tingkah laku yang diharapkan dari seseorang yang memegang status tertentu.

Media Massa singkatan dari Media Komunikasi Massa (Mass Communication Media), yaitu sarana, channel, atau media untuk berkomunikasi kepada publik.Istilah Media Massa sering disingkat “Media” saja, tanpa “Massa”. Media Massa merupakan suatu sumber informasi, hiburan, dan sarana promosi (iklan). Menurut Leksikon Komunikasi, media massa adalah “sarana penyampai pesan yang berhubungan langsung dengan masyarakat luas misalnya radio, televisi, dan surat kabar”.

Istilah karakter secara harfiah berasal dari bahasa Latin “charakter”, yang antara lain berarti: watak, tabiat, sifat-sifat kejiwaan, budi pekerti, kepribadian atau akhlak. Karakter adalah sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang menjadi ciri khas seseorang atau sekelompok orang.

Media massa sangat berpengaruh terhadap niali sosial dimasyarakat baik secara positif maupun negative. Maka sebagai individu dimasyarakat kita harus dapat memilih mana yang pantas dan tidak pantas dalam media massa tersebut. Sehingga kita akan mendapatkan pengaruh yang positif dari berbagai media massa yang ada saat ini.

Comments

Popular posts from this blog

TEORI KOMUNIKASI MODEL SHANNON DAN WEAVER

PEMBIDANGAN HUKUM BESERTA CONTOHNYA

Contoh Makalah Disorganisasi Keluarga (Perceraian)